Monday Morning

“Ayyan.”

“Bangun woi!”

“Sekarang hari Senin, anjing.”

Athaya berdecak. Sebab Rayyan masih juga terlelap meski dia udah berusaha bikin sang suami bangun dengan mengguncang tubuhnya. Tapi usahanya gagal.

Alhasil, Athaya kemudian meraih bantal. Memukul keras tubuh Rayyan sembari berkata, “Anjing, bangun lu! Gue gak mau telat!”

Rayyan pun akhirnya terusik. Pemilik lesung pipi itu perlahan membuka mata. Mendapati sang pujaan hati tengah memukul brutal tubuhnya dengan bantal.

Buru-buru Rayyan bangkit dari posisinya. Meski matanya masih setengah terbuka, namun dia pun bergegas mengambil satu bantal. Dia kemudian turun dari ranjang, mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya yang—sebagian—masih terjebak di alam mimpi.

Setelahnya, Rayyan pun berlari. Mengejar Athaya yang buru-buru menghindar karena tau bahwa sang suami juga ingin memukuli tubuhnya dengan bantal.

Dan begitulah sepasang suami itu mengawali Senin paginya. Saling berperang bantal sambil beradu mulut seperti biasanya.

“Kok jadi lu yang mukul gue sih, anjing?” Athaya lalu memukul bahu Rayyan dengan bantal.

Rayyan pun melakukan hal serupa lalu berkata, “Siapa suruh lu bangunin gue kek tadi, botak?”

Pemilik lesung pipi itu melempar bantal yang dia pegang ke atas ranjang lalu berkacak pinggang.

“Kalau bangunin suami tuh yang romantis dikit. Kecup pipinya, usap-usap palanya, atau apa kek.”

“Lah elu? Bangun-bangun malah nyari gara-gara,” jelas Rayyan.

Athaya ikut melemparkan bantal ke ranjang, berkacak pinggang pula setelahnya. Dia pun berkata,

“Iya kalo suami gue gampang dibangunin,” sela Athaya, “Lah elu? Mau gue kecup sampe bibir gue dower sepuluh senti juga kaga bakalan bangun lu, anjing.”

“Hahahaha!”

“Kenapa lu ketawa hah?”

Athaya pun terkekeh sebelum memeluk Rayyan yang tergelak sambil merentangkan tangannya. Mereka berbagi dekapan hangat sejenak, sebelum sang suami beralih membingkai wajahnya. Rayyan lalu menciumi kening Athaya sesaat sebelum berucap,

Morning, sayang.”

Athaya senyum, “Mm, morning.”

“Kok kamu wangi sih?”

“Ya wangi lah. Orang aku udah mandi,” Athaya berdecak, “Tapi kayaknya udah bau lagi deh gara-gara dipeluk sama kebo.”

Rayyan mengendus tubuhnya sendiri, “Tapi aku gak bau kok.”

Athaya tersenyum lalu mengusap lembut kedua pipi suaminya itu.

“Aku bercanda,” katanya, “Mandi gih. Udah jam berapa loh ini.”

Rayyan melirik jam digital di atas nakas, “Sayang, sekarang baru jam setengah enam. Masih pagi.”

“Lagian kamu mandinya kenapa cepet banget sih? Tadi bangun jam berapa coba?” timpal Rayyan.

“Aku bangun jam setengah lima,” jawab Athaya, “Aku nyetrika baju kita berdua buat ke kantor, terus bersih-bersih, abis itu nyiapin air anget buat kamu mandi nanti.”

“Kalau aku baru bangun jam segini, bisa-bisa kita berdua telat ke kantor,” Athaya menjelaskan.

Senyum lembut menghiasi bibir Rayyan. Dia kemudian kembali memeluk Athaya lalu bergumam.

“Maafin aku ya,” sesal Rayyan, “Aku janji gak bakal telat bangun lagi besok pagi dan seterusnya.”

Rayyan kembali menatap Athaya.

“Kamu udah repot banget pagi ini,” sambungnya, “Maaf, sayang.”

Athaya menggeleng, “Aku gak repot, Yan. Itu udah tugas aku kok buat ngurusin suami aku.”

“Tapi aku gak pengen ngeliat kamu capek pagi-pagi,” balas Rayyan, “Kita kan bisa ngelakuin semuanya sama-sama. Jangan kamu sendiri,” dia menimpali.

“Aku gak capek,” kata Athaya sembari mengusap pipi kiri Rayyan, “Udah. Mandi gih.”

Rayyan mengangguk pelan. Tapi bukannya bergegas ke kamar mandi, dia justru menyejajarkan wajahnya dengan wajah Athaya.

Morning kiss aku mana?”

Athaya mendengus lalu menepuk pelan bibir sang suami dengan telapak tangannya, “Gak. Sikat gigi dulu sana. Napas lu bau.”

Tersenyum usil, Rayyan lantas mengecup kilat bibir Athaya sebelum berlari kencang ke arah kamar mandi. Sedang Athaya sendiri hanya mampu terkekeh melihat tingkah sang suami.