Tes
Rintik hujan kembali jatuh dan membasahi bumi. Malam yang semula amat sunyi pun menjadi gaduh karena butiran-butiran air langit itu datang dan menerjang tanah. Belum lagi suara petir yang menyusul dalam selang waktu beberapa menit saja.
Namun, di balik bisingnya suara hujan dan petir di luar sana, aksi kedua anak manusia di dalam kamar tamu apartemen tidak kalah gaduhnya. Arsen dan Nala yang sedari tadi berbagi ciuman mesra nan amat panas kini mulai mengeluarkan suara-suara erotis dari celah ranum mereka. Dibarengi dengan decak lidah dan deru napas yang terengah-engah, baik itu Arsen maupun Nala semakin liar memagut bibir satu sama lain dan berbagi saliva.
Tidak lama berselang, keduanya kemudian menghentikan ciuman panas itu lalu meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Saat itu pula seringai tipis Arsen terlukis di bibir penuhnya. Terlebih saat Arsen melihat Nala kini sedang dalam kondisi terengah-engah dengan mata yang kian sayu.
“Kayaknya lo udah gak takut dan bisa langsung tidur nyenyak deh abis ini,” bisik Arsen. “Kalau gitu, gue balik ke kamar gue ya, Nal.”
Awalnya Nala hanya menatap Arsen datar dengan pikiran bahwa mantan pacarnya itu sedang mengusilinya. Namun, saat Nala melihat Arsen bangkit hingga turun dari ranjang, sontak matanya terbelalak keheranan.
“Have a good sleep, love.”
Nala memandangi Arsen dengan raut tidak percaya. Terlebih saat Arsen benar-benar berjalan ke arah pintu kamar tamu sebelum akhirnya keluar dari sana. Nala pun tak henti-henti menatap daun pintu yang telah tertutup dengan harapan Arsen akan kembali, tapi sampai beberapa menit telah berlalu, lelaki itu justru tak kunjung datang lagi.
“Sialan,” gumam Nala sebelum ikut bangkit dari ranjang dan buru-buru ke luar dari kamar.
Nala kemudian bergegas ke kamar Arsen lalu membuka pintunya yang tidak terkunci. Saat itu pula Nala mematung di ambang pintu kala mendapati Arsen sedang duduk di tepi ranjang dalam kondisi tubuh bagian atasnya yang telah polos tanpa sehelai benang. Tepat di samping paha kiri Arsen pun ada sebuah botol lubricant dan satu kotak kondom. Arsen seolah tahu bahwa Nala akan datang padanya dan tetap ingin melanjutkan aksi panas mereka; lebih dari ciuman.
“Gimana rasanya ditinggal pas udah kebawa suasana, Nal?” Arsen menyeringai tipis lalu menopang tubuhnya dengan kedua lengan yang dia luruskan ke belakang. “Kita satu sama.”
Sontak rahang Nala mengeras bersamaan dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. Nala kemudian menutup pintu kamar Arsen sebelum bergegas menghampiri si mantan pacar.
Nala mendorong kuat tubuh Arsen hingga punggungnya menyentuh permukaan tempat tidur. Saat itu pula Nala naik ke atas perut Arsen lalu mencekik leher lelaki yang telah berada di bawahnya. Namun, Arsen justru menyeringai puas karenanya.
“Calm down, love.” kekeh Arsen, “Bukannya elo ya, yang dulu suka banget dicekik kayak gini? Hm?”
“Fuck you.”
Nala kemudian membungkuk lalu kembali menciumi rakus bibir Arsen, sementara yang diperlukan demikian jelas tidak menolak. Cekikan Nala pada leher Arsen pun perlahan dia lepas sebelum beralih meraba-raba bisep kokoh sang mantan.
Saat Nala memberi jeda pada ciumannya, dia lantas mengambil kesempatan itu untuk kembali meluruskan badan lalu melepas baju dan melemparnya ke sembarang arah. Arsen yang berada di bawahnya pun tersenyum sebelum menarik lengan Nala agar kembali membungkuk dan menciuminya.
Kedua anak manusia itu pun lagi-lagi berbagi pagutan yang tidak kalah intens dan kasar dari sebelumnya; masih dengan Nala di atas perut Arsen. Keduanya seolah sedang berperang untuk menemukan pemenang dari pemegang kendali ciuman. Meski begitu, Nala yang sudah nyaris sampai di garis finish justru memasrahkan diri ketika Arsen tiba-tiba membalik keadaan.
Arsen menjatuhkan tubuh Nala di atas ranjang hingga kini dirinya lah yang berada di atas Nala. Arsen mengungkung Nala tanpa melepas tautan bibir mereka. Di saat yang bersamaan, Nala pun meraba-raba punggung lebar Arsen guna melampiaskan sensasi menggelitik di perutnya. Sesekali Nala menarik pelan rambut Arsen kala si mantan pacar menghisap kuat bibirnya.
“Ahhh!”
“Hhhh!”
Keduanya membebaskan desah dan erangan mereka saat ciuman panjang itu akhirnya usai. Namun tak berhenti di sana, Arsen yang sudah tidak sabar untuk segera menghapus jejak-jejak jajahan Tristan di tubuh Nala lantas menurunkan ciumannya ke leher, tulang selangka, kedua puting hingga perut rata Nala.
Sampai saat wajah Arsen telah berada tepat di hadapan pusat ereksi sang mantan pacar, dia pun menenggelamkan wajahnya di sana. Arsen lalu mengendus gundukan di balik celana Nala itu sambil memejamkan mata sesaat.
“Mmhh...” gumam Arsen. “Wanginya masih sama.”
Nala diam-diam menahan senyum saat mendengar gumaman Arsen di bawah sana. Terlebih, saat Arsen buru-buru melepaskan celana Nala bersama dalamannya dalam sekali tarik saja. Nala yakin Arsen sudah berada di ambang batasnya untuk menahan gejolak nafsu.
Sementara itu, Arsen yang telah melepas celana Nala hingga si mantan berakhir telanjang bulat pun menahan napasnya sejenak. Arsen, lebih tepatnya, tercekat saat mendapati bahwa masih ada tattoo namanya di pinggul Nala. Arsen kaget sekaligus bingung.
“Nal...”
“Gue gak pernah berhubungan badan sama Mas Tristan,” Nala seolah tahu apa yang saat ini sedang Arsen pikirkan. “Sebelum dia nikahin gue dulu, Mas Tristan udah gue kasih tau kok kalau gue masih belum bisa lepas dari masa lalu gue yang dia gak tau siapa...”
“Dan dia menerima itu dengan lapang dada,” timpal Nala. “Dia siap buat menunggu sampai gue bener-bener bisa mencintai dia.”
“Dia bahkan rela gak gue kasih nafkah batin sejak kita berdua nikah, karena Mas Tristan gak cuma pengen gue ngasih tubuh gue ke dia, tapi juga hati gue.”
“Dia gak egois dan gak pernah maksa gue buat ngelakuin kehendaknya dan apa yang mungkin dia pengen banget.”
Nala tersenyum miring. “Lo bilang kalau Mas Tristan jahat?”
Nala tertawa hambar. “Bukan, Sen. Gue yang jahat. Gue yang udah bikin Mas Tristan pergi.”
“I’m the villain here,” bisiknya. “What a plot twist, right?”
Arsen bersusah payah menelan ludahnya. Sorot mata Nala terlihat kosong dan hal itu membuat sesuatu di balik dadanya menjerit kesakitan.
“Mas Tristan itu definisi jawaban dari doa gue sejak kita putus,” Nala tersenyum miring. “Gue gak pengen ketemu sama orang yang kayak lo dan berujung bikin gue tersiksa terus sakit hati lagi.”
“Sayangnya, gue justru gak bisa lepas dari lo. Sampai-sampai orang yang selalu gue harapkan dalam doa itu ninggalin gue.”
“Jadi kalau nanti gue masih gak yakin sama lo dan Mas Tristan tiba-tiba kembali terus pengen memperbaiki rumah tangga gue sama dia lagi, gue gak bakalan mikir dua kali buat milih dia...”
“Sekarang, jawab gue. Lo yakin masih pengen ngelanjutin usaha lo?” tanya Nala. “We can end it here if you change your mind.”
Arsen tidak menjawab. Dia justru ikut melepas celana bersama dalamannya hingga kini dia telah berakhir telanjang bulat seperti Nala. Setelahnya, Arsen lantas menyejajarkan wajahnya dengan Nala. Sementara di bawah sana, alat kelaminnya dan Nala telah saling menghimpit sampai sesak.
“Lo bener-bener nguji gue ya, Nal.” Arsen tersenyum miring.
“Kalau gini cara lo buat ngeliat gue bener-bener yakin pengen ngelanjutin usaha gue biar bisa balikan sama elo apa gak, i’ll pass the test then.” lanjutnya. “Jawaban gue masih sama. Gue yakin, Nal.”
“…gue juga bakal bikin lo yakin buat milih gue, bukan Tristan.”
Mata Nala terpejam saat Arsen mendaratkan kecupan lembut di dahinya selama beberapa detik. Pada saat itu pula degup jantung Nala kian menggila, lebih dari sebelumnya. Terlebih lagi ketika Arsen mengusap pelan pipi Nala dengan ibu jari sambil menatap lamat wajahnya setelahnya. Nala merasakan desiran di dadanya.
“Gimana? Boleh gue lanjutin?”
Nala tersenyum meledek. “Kalau gue bilang gak boleh, emang elo bakalan dengerin ucapan gue?”
“Mm,” gumam Arsen.
“Lo gak suka dipaksa kan? I’m trying to show you how I learn from my mistakes here, love.”
“Gak usah dilanjutin,” kata Nala.
“Oke.” Arsen menghela napasnya pelan sebelum mengubah posisi menjadi duduk di samping tubuh telanjang Nala, “Berarti, abis ini kita tidur sambil naked aja. Sip.”
Nala menahan senyumnya lalu ikut bangkit. Namun, Nala justru beralih duduk berlutut tepat di depan Arsen setelah menuntun mantannya ‘tuk membuka kedua kaki panjangnya lebar-lebar. Kini Nala pun berada di antara kedua kaki Arsen. Setelahnya, Nala kemudian membungkuk hingga wajahnya berada tepat di depan pusat ereksi Arsen yang sedari tadi telah menegang. Nala lalu menggenggamnya dengan satu tangan dan mengecup ujungnya.
“Sekarang apa?” kekeh Arsen.
Nala mendongak dengan seringai tipisnya. “Gue berubah pikiran.”
Arsen ikut menyeringai sambil mencubit pelan hidung Nala.
“Lo gak berubah pikiran. Lo emang pengen ini sejak awal.”
Nala tidak memberi respon apa-apa lagi pada Arsen. Dia dengan sigap melahap batang kelamin si mantan pacar lalu menghisapnya kuat-kuat. Namun, saat itu pula Nala melukis senyum tipis yang tak akan bisa dilihat oleh Arsen.