Taeyong melenguh pelan saat mendengar ketukan dari arah pintu kamarnya. Ia lalu membuka mata, mendapati cahaya sang surya telah berkunjung bahkan masuk ke dalam kamarnya melalui celah dari tirai jendela.
Lagi, ketukan itu menggema. Namun Taeyong yang hendak bangkit dari posisinya justru mendesis. Pasalnya rasa sakit di kepala tiba-tiba mendera. Pun sensasi perih di ulu hati nya yang kian menjadi-jadi.
Sudah sejak semalam ia merasa tidak enak badan. Tapi tak pernah terpikirkan oleh Taeyong jika keadaannya akan berakhir seperti ini.
Namun mengingat jika sang suami akan pulang ke rumah, Taeyong lantas memaksakan diri untuk bangkit. Dia tersenyum, begitu manis. Terlebih saat rentetan pesan manis Jaehyun semalam hingga pagi buta tadi lantas mengisi kepalanya.
Ia ingin memeluk suaminya.
Taeyong kemudian berjalan sempoyongan ke arah pintu. Berusaha mengimbangi tubuhnya agar tidak terjatuh. Setelahnya, jemari Taeyong lalu memegangi kenop sebelum memutarnya.
Sayangnya, ketika pintu terbuka Taeyong justru tidak mendapati suaminya. Melainkan Doyoung, sang sepupu yang kini menatapnya dengan raut wajah panik.
“Taeyong, wajah lu pucat banget!” Doyoung histeris.
“Lu sakit?” timpalnya.
Taeyong menggeleng lemah.
“Gak tau. Sejak semalam gue gak enak badan,” katanya.
“Tapi lu jangan bilang ke Jaehyun ya, Doy?” ia menambahkan, “Gue gak mau dia khawatir.”
Sejenak Doyoung memandangi wajah sepupunya. Tak mengeluarkan sepatah kata yang justru membuat Taeyong merasa heran.
“Lu kenapa dah?” Taeyong mendesis, “Doy, sekarang udah jam berapa sih?”
“Jam sepuluh pagi, Yong.”
“Jam sepuluh?”
Taeyong lagi-lagi mendesis pelan lalu menyandarkan tubuhnya di ambang pintu. Dia tiba-tiba merasa pusing.
“Tadi pas masuk ke sini lu gak ketemu, Jaehyun?” tanyanya.
“Seharusnya jam segini dia udah nyampe. Tapi kok dia gak ada di samping gue ya?”
Doyoung tak mampu lagi menahan dirinya. Dia lalu menarik pelan lengan Taeyong, menuntun sepupunya itu untuk duduk di atas tempat tidur.
“Yong,” Doyoung mengusap pelan bahu Taeyong, “Gue tau ini berat, tapi lu harus ikhlas.”
“Ikhlas apaan sih maksud lu?”
Setetes air mata seketika jatuh dan membasahi pipi Doyoung. Setelahnya, ia lantas membawa tubuh sang sepupu ke dalam dekapannya.
“Yong, Jaehyun udah gak ada.”
“Jaehyun udah pergi sebulan yang lalu,” ucapnya lirih.
“Maksud lu apa sih?”
Taeyong mendorong pelan tubuh Doyoung hingga tautan mereka terlepas.
“Semalem sama pagi tadi gue masih chat-an sama Jae—”
Penuturan Taeyong terhenti sebelum ia menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya. Ia termenung selama beberapa saat lalu meraih handphone di atas nakasnya.
Dengan tangan yang telah bergetar hebat, Taeyong lantas membuka pesan pada kontak suaminya. Hingga ia mendapati jika chat terakhir yang ada di sana adalah pesannya satu bulan silam.
Dimana Taeyong masih enggan percaya bahwa sang suami telah pergi.
Enggan percaya bahwa Jaehyun menjadi salah satu korban penyerangan anggota kelompok bersenjata tak dikenal saat dalam perjalanan menuju bandara setelah dinas luar kotanya selesai.
Enggan percaya bahwa belahan jiwanya telah mengingkari janji mereka untuk berlibur bersama ke Lombok pada akhir tahun.
Taeyong lalu mencoba memeriksa pesannya pada Johnny, namun nyatanya pesan terakhir yang ada di sana adalah Johnny berkata bahwa Jaehyun, suaminya telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Saat itu pula tangis Taeyong pecah. Bersamaan dengan Doyoung yang kembali memeluknya dengan erat.
Nyatanya semalam ia bermimpi. Bermimpi bahwa Jaehyun masih di sini dan menepati janji untuk segera kembali.
Namun Taeyong merasa semua itu begitu nyata.
Bahkan setiap kalimat yang Jaehyun katakan pada pesannya masih ia ingat.
Bagaimana Jaehyun berkata bahwa ia tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya.
Bagaimana Jaehyun berkata bahwa ia harus tetap hidup bahagia, tersenyum dan tertawa.
Dan bagaimana Jaehyun berkata bahwa di keabadian nanti, suaminya itu ingin agar mereka bertemu kembali.
Tangis Taeyong pun kian menjadi-jadi, membuat Doyoung semakin memberi pelukan yang begitu erat.
Hingga tak lama berselang Taeyong merasakan sakit, tidak hanya di kepala dan dadanya tapi juga di sekujur tubuhnya. Dan dalam hitungan detik saja, pengelihatannya meremang.
“Doy...”
Taeyong bergumam lirih.
“Gue pengen ketemu Jaehyun.”
Setelah mengucap kalimat itu, kesadaran Taeyong pun hilang.