Sekolah
Sesampainya di halaman parkir sekolah, Arsen, Nala serta Gavi sendiri lantas turun dari mobil. Namun, ketika Gavi baru saja menapakkan kaki, dia bersuara.
“Ayaaah, boleh minta tolong pegangin tas Gavi dulu gak?”
“Kenapa, Sayang?” tanya Arsen.
“Tadi sepatu Gavi gak sengaja keinjek pas turun dari mobil.” celotehnya. “Mau Gavi benerin, tapi tas Gavi ngeganggu, Ayah.”
Arsen begitupun Nala tersenyum tipis. Arsen lantas berjongkok di depan Gavi sambil berkata. “Biar Ayah yang benerin sepatu Gavi.”
Senyum di bibir Nala seakan tak ingin hilang ketika melihat sang suami begitu perhatian kepada anaknya. Bahkan Gavi yang baru merasakan kebersamaan dengan Arsen sebagai seorang Ayah dan anak selama dua hari pun sudah mulai mengandalkan Arsen. Hal yang tak pernah Nala lihat saat dia dan Tristan bersama dahulu.
“Udah,” kata Arsen usai memberi bantuan kepada Gavi. “Sekarang Gavi masuk kelas ya. Belajar yang tenang. Bertanya sama Ibu Guru kalau Gavi gak tau sesuatu. Oke?”
“Oke, Ayah!”
“Kiss Ayah dulu,” pinta Arsen.
Gavi pun menurut. Dia mencium pipi kanan Arsen yang kemudian dibalas dengan kecupan di dahi oleh sang Ayah. Setelahnya, Gavi lantas memeluk tengkuk Arsen. Membuat Nala dan Arsen kaget.
“Gavi sayang Ayah.”
Arsen terkekeh pelan, “Ayah juga sayang anak gantengnya Ayah.”
“Kalau sama Papa, gak sayang?”
Gavi menoleh ke Nala sebelum melepaskan dekapannya dengan Arsen. Anak lelaki itu kemudian berlari kecil ke arah Nala hingga berakhir memeluk lutut Papanya.
“Gavi juga sayang Papa.”
Nala kembali tersenyum lalu membungkuk dan mengecup sayang puncak kepala anaknya.
“Papa juga sayang Gavi,” katanya. “Sekarang Gavi ke kelas ya. Tuh, temen-temennya udah nunggu.”
Gavi mendongak ke Nala sejenak lalu mengangguk. “Oke, Papa!”
“Bye!”
“Bye, Papa! Bye, Ayah!”
Arsen dan Nala pun memandangi Gavi yang kini berlari-lari kecil ke arah teman-temannya yang telah menunggu di depan lobi. Setelah sang anak hilang dari pandangan, Nala pun menoleh ke arah suaminya. Saat itu pula Nala dibuat kaget saat melihat Arsen menitikkan air mata dalam diam.
“Sayang? Kamu kenapa?”
Arsen buru-buru menghapus air mata saat Nala mencengkeram pundaknya. Dia pun menoleh ke suaminya itu diikuti senyuman.
“Aku terharu,” kekeh Arsen. “Aku gak nyangka udah dipanggil Ayah sama seorang anak, apalagi anak itu jadi anak aku sama kamu...”
“Gavi juga kayaknya udah mulai nyaman manggil aku Ayah,” kata Arsen, Nala lantas mengangguk.
“You did well,” bisik Nala.
“Gavi gak akan nyaman secepat ini tanpa usaha dan kerja keras kamu buat dapetin hati anaknya.”
Arsen tersenyum lalu mengusap lembut punggung Nala. “Thanks, ini juga karena aku disemangatin sama suami aku yang hebat gini.”
Nala mendengus diikuti senyum singkat, “Udah yuk. Kita pulang sekarang. Kamu udah janji loh nemenin aku belanja bulanan.”
“Iya, cintakuuu.”