Rambut Baru

Deva yang semula sedang asik bercengkerama dengan si ibu mertua dan kedua anak laki-lakinya di ruang keluarga lantas mengalihkan atensi ke gawainya. Dia pun tersenyum tipis ketika melihat nama suaminya lah yang terpampang di sana. Buru-buru Deva menjawab panggilan itu.

“Halo, Mas?”

“Aku udah ada di depan, Dev.”

“Loh, kok Mas gak masuk?”

“Aku pengen kamu yang bukain pintu buat aku, Sayang.” katanya.

Deva pun mati-matian menahan senyum diikuti gelengan kepala. Meski Arga adalah sosok yang tegas namun penyayang sebagai suami dan orang tua dari anak-anak mereka, namun Arga juga kerap menjadi sosok yang manja kepada si Omega tercinta; Deva.

“Ya udah, aku ke depan abis ini.”

Deva lalu menutup panggilan telepon dari suaminya itu lalu meminta izin kepada sang Mama mertua yang sedang memangku si bungsu Raka. Setelahnya, Deva bergegas ke arah pintu utama rumah dan membukanya. Alhasil, kini Deva mendapati sang Alpha telah berdiri tepat di depannya. Namun, yang membuat Deva sedikit terkejut adalah fakta bahwa Arga telah mengubah warna rambutnya yang semula hitam menjadi platinum blonde.

“Kok kamu diem aja sih? Ck!” protes Arga, “Gimana, Dev?”

Deva terkekeh gemas sebelum berhambur memeluk si Alpha. Sebab Deva yakin, alasan Arga mengganti warna rambutnya pasti ada kaitannya dengan warna rambut Arsen yang Deva puji kemarin. Deva lalu berkata,

“Kamu ngapain repot-repot ganti warna rambut kamu sih, Mas? Padahal mau rambut kamu warna item kayak semula juga kamu tetep yang paling ganteng di mata aku,” Deva melepaskan dekapannya lalu beralih menatap wajah Arga sambil menyisir pelan rambut platinum blonde si Alpha.

“Kasian rambut kamu, Mas.” kata Deva, “Rambut hitam kamu tuh sehat banget loh. Biasanya kalau udah diwarnain kayak gini bakal jadi kering dan kelihatan rusak.”

“Kemarin aja pas ngeliat rambut baru Arsen, langsung kamu puji. Giliran suami kamu sendiri yang ganti warna rambut, malah kamu ceramahin.” Arga lalu membuang muka ke arah lain. “Aku pengen ganti warna rambut kayak gini juga biar kamu seneng, Dev. Ck!”

Deva tersenyum lembut. Dia lalu menarik dagu Arga agar si Alpha kembali menatap wajahnya, dan bagai kecepatan kilat, Deva pun mengecup bibir suaminya selama beberapa saat. Arga lantas tidak menolak. Dia bahkan membuka mulutnya agar kecupan mereka berubah menjadi ciuman mesra.

“Makasih ya, Mas.” ucap Deva setelah ciuman mereka berakhir. “Aku selalu seneng tiap kali kamu ngelakuin sesuatu buat aku kok, entah sesederhana apapun itu.”

“Aku cuma khawatir kalau aja rambut sehat kamu jadi rusak cuma demi nyenengin aku,” jelas Deva. “Aku malah bakal khawatir kalau rambut kamu rusak, Mas.”

“Gak bakal rusak, salon tempat aku ngewarnain rambut itu salon bagus. Mereka juga pake bahan-bahan alami sebagai pewarna,” jelas Arga yang dibalas anggukan paham dan senyuman oleh Deva.

“Ya udah, gak apa-apa. Aku suka warna rambut baru kamu, Mas.” kata Deva, “Tapi kamu sendiri gimana? Kamu percaya diri gak sama warna rambut baru kamu sekarang buat ke kantor besok?”

“Warna kayak gini berani banget loh, Mas. Pasti orang-orang di kantor pada kaget,” timpalnya.

“Biarin aja, aku kan ngewarnain rambut aku buat kamu, bukan buat mereka.” jawab Arga singkat, sementara Deva hanya terkekeh.

“Papa! Minggir!”

Arga dan Deva kompak terkejut ketika mendengar suara lantang Danu dari dalam rumah. Sampai tidak lama berselang, si sulung pun menghampiri Deva sebelum meraih tangan Papanya itu dan berkata, “Papa, jangan dekat-dekat sama orang asing. Kalau dia kakek penyihir kayak di buku dongeng milik Danu, gimana?”

Deva, begitu juga Arga refleks mengernyit mendengar Danu.

“Mana orang asingnya, Sayang?” tanya Deva dengan raut heran.

“Itu!” tunjuk Danu tanpa melihat ke arah wajah sosok lelaki yang baru saja dia tunjuk. “Ayo, Papa. Nanti Papa sama Danu disihir sama kakek ini. Siapa yang mau jagain Papi sama Adek, Papa?”

Deva mengulum bibirnya guna menahan tawa, sementara Arga seketika menatap anaknya datar. Arga kemudian menggendong Danu hingga anaknya itu nyaris berteriak, terlebih saat Arga berkata. “Sini, biar Papi sihir.”

Beruntung, Danu dengan segera menyadari suara Arga. Danu pun akhirnya menatap wajah lelaki yang kini telah menggendongnya hingga dia sadar bahwa sosok itu adalah sang Papi. Danu terkejut.

“Papi?!” pekik Danu.

“Kok rambut Papi jadi putih sih?” tanya si sulung. “Jelek banget.”

“Heh!” Deva menegur pelan sang anak. “Kok Danu ngomong gitu?”

“Emang jelek, Papa.” Danu lalu menatap Papinya—yang kini hanya mampu tertawa—dengan tampang memelas. “Papi, Danu gak suka. Ayo, Danu bantu Papi balikin rambut Papi yang dulu.”

“Gimana caranya?” tanya Arga.

“Danu punya pensil warna sama krayon hitam, Papi. Ada banyak,” jawab Danu polos. “Ayooo, Papi.”

Danu merengek, sementara tawa Arga semakin meledak. Deva pun ikut tertawa karena anaknya itu.

“Rambut gak bisa diwarnain pake pewarna untuk gambar, Sayang.” tutur Deva lembut, “Nanti deh, Papa sama Papi nyari pewarna rambut buat balikin rambut lama Papi. Ya? Sekarang Danu masuk dulu gih. Papa mau ngobrol sama Papi. Danu nunggu di dalem aja.”

“Oke, Papa.” sahut Danu lirih sambil melirik kasihan ke arah Arga. “Cepat sembuh ya, Papi.”

“Anak kamu ini bener-bener ya, Dev. Ck!” decak Arga bersamaan dengan kembalinya Danu masuk ke dalam rumah. “Tadi aja Danu manggil aku kakek penyihir, eh sekarang aku dikira orang sakit.”

“Aku jadi ngerti kenapa orang-orang nyebut aku ceplas-ceplos. Aku udah ngerasain, gara-gara dikatain sama anak aku sendiri,” timpal si Alpa diikuti kekehan.

“Kamu sih, Mas.” Deva mencubit pelan lengan Arga. “Kamu mau nyenengin aku, tapi kamu lupa sama anak-anak kamu. Danu aja gak seneng, apalagi Raka nanti? Kayaknya si adek gak bakal mau digendong sama kamu gara-gara ngeliat kamu kayak orang asing.”

“Ya udah, besok atau lusa bakal aku ganti lagi ke warna rambut aku yang semula. Biar kamu bisa ngeliat warna rambut aku yang kayak warna rambut si Gojo itu dulu sampai puas,” sahut Arga.

“Ya udah. Masuk yuk, Mas.”

“Ke lubang kamu?”

“Ke dalam rumah, Mas Arga...”

“Kalau ngomong yang jelas dong makanya,” goda Arga, sementara Deva hanya menahan senyumnya sebelum masuk lebih dahulu ke dalam kediaman mereka itu.