Plotwist
Tepat pada jam lima sore, Sagara benar-benar datang menjemput Angkasa di butik. Angkasa yang telah menerima pesan singkat dari suaminya agar dia segera keluar dari butiknya pun lantas menurut. Angkasa kemudian masuk ke mobil Sagara tanpa sepatah kata hingga kendaraan milik sang suami melaju dan perlahan meninggalkan area itu.
“Kamu mau olahraga di mana?”
Angkasa akhirnya angkat bicara setelah terdiam dan tidak ada percakapan dengan Sagara sama sekali sejak meninggalkan butik. Pasalnya, mobil Sagara kini justru melaju ke arah rumah mereka.
“Di rumah,” singkat Sagara.
Kedua bola mata Angkasa pun melotot mendengarkan jawaban sang suami. Dia lantas menatap Sagara curiga sebelum berkata.
“Jangan bilang olahraga yang kamu maksud itu olahraga di ranjang ya? Kamu mau perkosa aku?” pekik Angkasa lalu meraih sebuah pensil dari dalam tasnya.
“Kalau kamu berani macam-macam sama aku, mata kamu bakalan aku colok!” timpal Angkasa sambil menodong Sagara dengan pensil runcing itu, namun yang diperlakukan demikian hanya menghela napas pelan diikuti gelengan kepala.
“Kok diem? Berarti bener kan?”
“Aku gak nafsu sama kamu,” kata Sagara lalu mendelik ke Angkasa.
“Ya terus kenapa olahraganya malah di rumah?” decak Angkasa.
“Kan di rumah ada home gym.”
“Kirain kamu mau main golf?”
“Emang tadi aku bilang kalau aku pengen ditemenin main golf?”
“Enggak sih, tapi kata Mas—” Angkasa berdeham, sebab dia hampir saja keceplosan bahwa Surya yang memberitahunya tentang hobi Sagara bermain golf. “Maksud aku, kata orang-orang nih ya, konglomerat kayak kamu pasti hobinya main golf.”
“Kamu kalau mau tau hobi aku, atau sesuatu tentang aku, ya tanya langsung sama aku. Gak usah nanya ke orang lain,” sahut Sagara lalu menoleh ke Angkasa dengan sorot mata datar. “Tadi Surya ngasih tau aku kalau kamu nge-chat dia buat nanyain itu.”
“Kamu juga gak perlu masak buat aku,” timpal Sagara, sementara itu Angkasa berdecak kesal. Dia lupa memberitahu Surya untuk tidak bercerita kepada Sagara tentang hal yang dia tanyakan tadi. Apalagi semua itu modus Angkasa untuk mendekati Surya.
“Kamu masih sayang sama aku kan?” tanya Sagara yang sontak membuat Angkasa menganga.
“Hah? Masih? Sayang?” Angkasa terbahak-bahak. “Dih, emang aku pernah bilang kalau aku sayang sama kamu apa? Najis banget!”
“Pura-pura lupa ingatan itu coping mechanism kamu apa gimana?” Sagara tersenyum miring. “Bunda kamu juga cerita kalau pas kamu sadar waktu abis jatuh ke kolam renang kemarin, kamu kayak gak inget apa-apa.”
Angkasa terdiam sejenak. Apa ada hal yang tidak dia ketahui sebelum dia akhirnya masuk ke dunia fiksi ini? Pikirnya. Apalagi dari potongan AU yang dia baca, karakter Sky awalnya memang diceritakan ingin bunuh diri karena tidak ingin menerima perjodohannya dengan Sagara. Namun, setelah kedua tokoh membuat kontrak pernikahan, Sky justru terlihat menaruh perhatian kepada suaminya meski hanya secara diam-diam.
Awalnya, Angkasa berpikir Sky mungkin saja telah perlahan jatuh hati kepada Sagara. Dan hal itu pula yang membuat Angkasa kesal saat membaca AU-nya. Sebab, sang author seolah tidak memberi pendirian kuat pada karakter Sky yang terkesan mudah jatuh hati pada tokoh Sagara yang sama sekali tidak memberinya perhatian. Tapi setelah Angkasa pikir-pikir lagi, mungkin memang ada alasan yang membuat Sky tidak bisa menerima Surya di dalam AU dan lebih memilih suaminya.
“Apa jangan-jangan yang Chandra bilang plot twist ada kaitannya sama ini, tapi ada di part yang belum sempet gue baca?” Batin Angkasa lalu menatap Sagara.
“Kalau aku sayang sama kamu, aku gak bakalan nyoba bunuh diri karena gak pengen dijodohin sama kamu, Mas.” kata Angkasa.
“Awalnya kamu emang gitu kan? Kamu menerima perjodohan kita dengan baik,” sahut Sagara. “Tapi sehari sebelum kita nikah, kamu nge-gep aku abis making out sama cowok lain di apartemen. Abis itu kamu minta penjelasan soal aku yang nerima dijodohin sama kamu karena aku pengen jadi CEO, gara-gara kamu denger omongan Papanya Bintang sama kakek aku pas kamu ke rumah. Di apartemen aku juga kamu jujur soal perasaan kamu sama aku.”
Sagara melirik Angkasa sekilas diikuti senyum meledek. “Jujur aja aku masih penasaran, apa sih yang bikin kamu malah sayang sama laki-laki bajingan kayak aku sampai sekarang? Padahal aku pikir, kamu awalnya nerima buat dijodohin sama aku karena aku cucu konglomerat berpengaruh.”
“Jadi aku kaget pas kamu tiba-tiba bilang ke aku kalau kamu mau nolak perjodohan kita,” timpal Sagara, namun Angkasa justru tak mengatakan apa-apa selama beberapa menit. “Aku juga kaget karena apa yang aku bilang sama kamu di apartemen aku pagi itu bener-bener bikin kamu nyari cara buat mati, tapi kamu malah pake cara konyol.”
“Emang kamu bilang apa aja?” Angkasa menatap Sagara datar. “Coba ulangin sekali lagi, biar aku makin benci sama kamu.”
“Aku gak suka sama kamu,” kata Sagara. “Apa yang kamu denger dari Om aku bener, aku emang cuma mau manfaatin kamu biar aku bisa jadi CEO dan gantiin dia. Jadi kalau kamu gak mau nikah tanpa ada cinta dalam rumah tangga kita nantinya, jalan satu-satunya ya kamu harus mati. Aku gak pengen keluarga besar aku dibikin malu kalau kamu tiba-tiba nolak perjodohan kita. Aku juga yakin Ayah kamu bakalan marah besar kalau tau soal ini.”
“Aku bilang gitu,” timpal Sagara.
Angkasa mengepalkan kedua tangannya di atas paha, sedang rahangnya kini telah mengeras.
“Tepiin mobil kamu, Mas.”
“Kenapa?”
“Tepiin aja, atau kita bakal mati bareng abis ini.” kata Angkasa, sedang Sagara yang heran lantas menepikan mobilnya seperti yang suaminya itu inginkan.
Namun, hanya sepersekian detik setelah Sagara menepikan mobil dan mematikan mesinnya, sang suami tiba-tiba saja menjambak rambutnya sambil berteriak.
“Gue tau lo bajingan, tapi gue gak nyangka lo tuh sebajingan ini ya, anjing! Sky gak pantes dapet laki kayak lo,” Angkasa tidak peduli dengan pekikan Sagara yang jelas kesakitan akan ulahnya. “Gue gak bakalan kayak si Sky yang sayang sama lo, anjing! Lo aja yang mati!”
Setelah cukup puas menjambak rambut Sagara, Angkasa lantas buru-buru keluar dari mobil itu sebelum berlari ke arah trotoar. Di sana, dia lalu menahan taksi sambil sesekali menoleh ke arah Sagara yang telah mengejarnya.
Beruntung, Angkasa bisa masuk ke dalam taksi sebelum suaminya itu berhasil menangkapnya. Dia pun menyuruh supir taksi agar segera menancap gas ke arah rumahnya dan Sagara. Meski nantinya mereka akan tetap bertemu, tapi Angkasa tidak peduli. Dia hanya tidak ingin berdua di dalam mobil dengan Sagara lebih lama lagi. Emosi Angkasa benar-benar terkuras setelah mengetahui semuanya.
“Jadi ini plot twist-nya? Alasan Sky pengen bunuh diri bukan semata-mata karena dia gak suka Sagara sampai gak mau dijodohin, tapi justru karena dia emang udah mulai sayang sama Sagara, terus si anjing malah bilang kayak gitu sama dia?” batin Angkasa kesal.
“Tapi apa yang bikin si Sky bisa suka sama laki-laki bajingan kek Sagara sejak awal sih? Apa Sky emang dimanipulasi sama Sagara sebelum motif Sagara yang cuma pengen manfaatin Sky ketahuan?”
“Tau ah!” Angkasa mendesis frustasi, “Kenapa gue harus masuk ke AU ini sih, anjing?”
Mendengar Angkasa berteriak sendiri di jok belakang sontak membuat supir taksi berdeham pelan. Angkasa yang menyadari hal itu pun seketika tersenyum kikuk lalu menundukkan kepala sebagai gesture meminta maaf.
Tak lama berselang, taksi yang Angkasa tumpangi pun tiba di kediamannya dan Sagara. Mobil sang suami yang sedari tadi mengekor di belakang taksi itu pun tiba persekian detik setelah Angkasa turun dari sana. Tanpa membuang waktu, Angkasa lalu bergegas masuk ke dalam rumah sebelum Sagara ikut keluar dari mobilnya. Namun, sebelum dia masuk ke lift menuju lantai kamar mereka, Sagara sudah lebih dahulu menjegal lengannya.
“Kamu kenapa sih, Sa?” tanya Sagara dengan napas tersengal-sengal. Jelas kalau sebelumnya dia berlari; mengejar Angkasa.
“Kamu masih nanya aku kenapa setelah kamu ngomong kayak tadi?” Angkasa menatap Sagara dengan raut wajah tak percaya.
“Dengan kamu marah kayak gini, berarti bener kalau kamu masih sayang sama aku.” tutur Sagara sambil menatap lurus ke dalam netra Angkasa, “Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu bakal ngelupain perasaan kamu ke aku pagi itu, pas kamu minta perjodohan kita dibatalin, Sa?”
Angkasa menganga lalu tertawa hambar. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan watak Sagara.
“Aku marah bukan karena aku masih sayang sama kamu, tapi aku marah sama diri aku yang sebelumnya karena malah suka sama laki-laki brengsek kayak kamu.” kata Angkasa, “Oh iya, biar sekalian aku kasih tau juga. Aku nanyain hobi kamu ke Surya bukan karena aku ini masih suka sama kamu, tapi aku justru suka Surya. Makanya aku musti pake alasan kek gitu biar dia gak risih dideketin suami dari temennya.”
“Aku bersyukur banget kalau kamu udah gak ada perasaan apa-apa sama aku terus udah buka hati buat orang lain,” balas Sagara sambil menatap Angkasa datar. “Tapi kenapa harus dia?”
“Loh, kenapa? Surya itu temen deket kamu, jadi kamu pasti udah percaya sama dia dong?” sahut Angkasa. “Di dalam kontrak kita, kamu harus tau orang yang mau aku pacarin siapa, biar kontrak pernikahan kita enggak bakalan dibocorin atau ketahuan kan?”
“Jadi kalau aja nanti Surya juga udah suka sama aku, dia enggak mungkin ngerusak kepercayaan kamu kan?” timpal Angkasa lalu melipat lengan di depan dada.
“Satu lagi. Aku nggak bisa masak. Aku nanyain ke Surya kamu suka makanan apa bukan karena aku pengen masak buat kamu, tapi aku pengen tau dia suka makan apa. Jadi gak usah kegeeran deh,” timpal Angkasa sebelum berlalu meninggalkan Sagara yang masih berdiri di tempatnya sejak awal.