Pertemuan di Cafe
“Mami udah di cafe kantor kamu nih,” ucap si wanita paruh baya sesaat setelah anaknya menjawab panggilan teleponnya.
“Aku masih di ruangan, Mi. Ada urusan dikit sama Mas Heri,” jawab Athaya dari seberang sana.
“Mami nunggu bentar gak apa-apa, kan? Pesen minum duluan aja kalau Mami haus,” timpalnya.
“Gak apa-apa, kelarin aja dulu urusan kamu. Mami tunggu.”
“Oke, Mi. See you.”
“See you, kak.”
Mami pun memutus sambungan telepon itu sebelum meletakkan handphone-nya di atas meja. Tapi gak lama berselang, dia dibuat sedikit tersentak saat seseorang tiba-tiba menghampiri mejanya.
“Tante?”
Rayyan senyum saat mendapati bahwa orang yang dia lihat dari arah pintu masuk cafe tadi benar-benar Aruna.
“Bareng siapa, Tante?”
Mami menghela napas, “Emang kamu liat saya lagi sama siapa?”
Rayyan menelan ludah. Salah pertanyaan nih gua, batinnya.
“Sama saya,” jawab Rayyan lalu cengar-cengir, sementara Mami hanya menggeleng pelan.
“Tante apa kabar?”
“Baik.”
“Udah di sini dari tadi?”
“Gak.”
“Tante nungguin Aya ya?”
“Mm,” gumam Mami.
Wanita paruh baya itu lalu meraih handphone-nya. Berpura-pura memeriksa pesan yang ada di sana. Sementara Rayyan masih berdiri di sana.
“Oh,” Rayyan mengangguk paham lalu mendesis, “Tante udah lama kenal sama Aya?”
Mami seketika mendongak, menatap Rayyan dengan sorot mata pasrahnya. Sedang Rayyan lantas menahan senyumnya.
“Canda, Tante.”
“Sampai kapan kamu mau berdiri di situ?” tanya Mami.
Rayyan kaget.
“Tante mau saya duduk di sini?”
“Gak, saya mau kamu pergi.”
“Tapi entar Tante sendirian loh.”
Mami mendengus, “Kamu yang pergi atau saya yang pergi?”
“Tante yang pergi.”
Mami seketika melotot. Tapi Rayyan buru-buru mengibaskan tangannya, sembari berkata,
“Gak, Tante. Gak. Saya bercanda.”
“Kurang ajar ya kamu sama orang tua,” kata Mami heran.
“Maaf ya, Tante. Pukul saya aja deh gak apa-apa,” balas Rayyan.
“Ck! Udah. Pergi sana.”
Rayyan hanya tersenyum. Sebab melihat Mami mengomel gak jauh berbeda dengan Athaya. Tapi sesaat setelahnya dia lantas mendesis. Sebab seseorang tiba-tiba meninju lengan atasnya.
Dan Rayyan sebenarnya sudah bisa menebak sosok itu tanpa harus menoleh terlebih dahulu.
“Ngapain lu di sini?”
“Nyuci piring,” sarkas Rayyan.
“Pergi lu, ganggu aja.”
Rayyan hanya berkomat-kamit mengikuti ucapan Athaya lalu menoleh ke Mami yang sedari tadi memerhatikan mereka.
“Tante, saya pamit ya.”
Mami pun hanya mendengus saat melihat Rayyan menoyor kepala Athaya sebelum berlari ke arah meja bartender. Sedang Athaya lantas mengomel sendiri.
“Udah, kak. Gak usah peduliin dia,” kata Mami lalu merapikan rambut sang anak yang telah duduk di sampingnya, “Gimana tadi evaluasinya? Lancar?”
Athaya menjatuhkan pundak.
“Lancar sih, Mi. Tapi aku kehabisan energi banget deh abis ditanya-tanya sama yang namanya Bu Cindy,” curhatnya.
“Pantes Mami ajak makan di luar, tapi malah minta Mami ke sini.”
Athaya melengkungkan bibirnya ke bawah lalu memeluk Mami dari samping, “Aku capek, Mi.”
Sementara itu, gak jauh dari tempat dimana Athaya tengah berkeluh kesah kepada Mami, Rayyan diam-diam mengamati. Hingga tanpa sadar dia lantas mengulas senyum lembut.
Melihat betapa nyaman Athaya ketika bercerita dan mendekap Maminya membuat sesuatu dibalik dada Rayyan berdesir. Terlebih, jika dia mengingat kembali bagaimana Athaya dan Mami pernah berselisih dua tahun silam karena menjalin hubungan dengannya.
Tapi kini semuanya telah kembali seperti sedia kala. Mami kembali bersikap hangat kepada putra semata wayangnya. Mami mencurahkan kasih sayangnya yang amat Athaya butuhkan.
Meski di lain sisi dia dan Athaya harus mengorbankan hubungan mereka. Tapi bagi Rayyan, melihat Athaya bisa bercanda tawa kembali dengan sang Mami membuatnya ikut bahagia.
Sebab, gak ada lagi wajah murung Athaya karena sang Mami mendiaminya. Gak ada lagi tangis Athaya karena terus memikirkannya yang gak kunjung diberi kesempatan oleh Mami. Dan gak ada lagi rasa khawatir jika Mami gak mau makan, karena mikirin mereka.
Cinta memang se-luar biasa ini, pikir Rayyan. Meski dia harus menahan sakit karena melepas Athaya-nya, namun rasa sakit itu lantas terobati hanya dengan melihat senyum manis Athaya saat sang Mami memeluknya.
Menghela napas panjang, Rayyan kemudian beralih melirik ke arah Mami. Tapi saat itu pula bahunya seketika menjengkit, sebab Mami nyatanya tengah menatapnya.
Rayyan benar-benar payah dalam urusan memandangi seseorang diam-diam.
Alhasil, karena gak ingin keliatan terlalu jelas bahwa sedari tadi dia menatap Athaya, Rayyan lalu membuang pandangannya ke arah pintu masuk. Pura-pura sibuk dengan dunianya sembari menunggu minumannya jadi.
Setelah mengambil minumannya, Rayyan pun melenggang pergi dari dalam cafe. Gak menoleh sedikit pun ke meja Athaya.
Sementara itu, Athaya yang masih bersandar pada bahu Maminya lantas menautkan alis. Sebab dia mendengar Maminya terkekeh. Dia lalu bangkit, menatap sang Mami heran.
“Kenapa, Mi?”
“Gak apa-apa. Mami tiba-tiba mikirin sesuatu yang lucu aja tadi,” jawabnya, “Ya udah, kita pesen makan yuk.”
“Mm, aku juga udah laper.”
Athaya tersenyum sebelum memanggil pelayan yang seketika menghampiri meja mereka. Dia dan Mami pun mulai memilih menu makan siang lalu menanyakan total bill-nya.
“Ini ya, Mas. Udah dihitung sama minuman Mas Ayyan,” ucap si pelayan sambil menyerahkan kertas bill kepada Athaya.
“Gimana, Mba? Kok minuman Ayyan?” tanya Athaya heran.
“Tadi Mas Ayyan bilang, Mas Aya yang bayarin minumannya.”
Menarik napas dalam-dalam sembari menipiskan bibirnya, Athaya pun memaksakan senyum lalu berkata, “Oh oke, Mba.”
Selepas membayar dan pelayan tadi pun telah beranjak pergi; guna menyiapkan pesanannya, Athaya kemudian menoleh ke arah pintu berkaca bening cafe. Mendapati Rayyan ternyata ada di depan sana, menggoyang-goyangkan badannya sembari menjulurkan lidah mengejek.
“Ayyan anjing,” gumam Athaya.
“Kak, udah. Dia cuma caper. Tuh minum kamu udah dateng.”
Athaya mengangguk setuju dengan ucapan Mami sebelum berterima kasih kepada pelayan yang membawa minumannya. Athaya pun bersiap untuk segera menyeruput minumannya. Tapi sebelum bibirnya menyentuh sedotan, handphone Athaya tiba-tiba berdenting. Membuat dia bergegas melihat notifikasinya.
Athaya pun menautkan alis saat melihat bahwa notifikasi yang masuk adalah; saldo gopay-nya baru saja diisi. Dia pun bingung, apa mungkin seseorang telah salah kirim? Hingga gak lama setelahnya, notifikasi lain pun masuk. Kali ini dari Rayyan.
Saat itu pula Athaya menahan senyumnya. Sebab nyatanya Rayyan lah yang baru saja mengisi saldo gopay-nya.
“Ada apa, kak?”
Athaya berdeham pelan. Berusaha sebisa mungkin buat nyembunyiin senyumnya.
“Ayyan, Mi. Dia balikin duit minumnya tadi,” katanya lalu mengangkat pundak, “Bagus deh. Biar aku gak usah capek-capek nagih terus berantem lagi.”
Mami mengangguk.
Athaya lalu menyodorkan minumannya ke Mami.
“Mami mau nyoba?”
“Gak, kak. Kamu aja.”
Athaya bergumam paham sebelum menghindari tatapan Mami. Dia lalu menyeruput minumannya sembari mengulum senyum. Hingga dia gak sadar kalau Mami sibuk menatapnya.