Pagi
Nala bergegas membuka pintu apartemennya saat bel berbunyi. Saat itu pula dia mendapati sang mantan pacar telah berdiri tepat di hadapannya. Arsen tersenyum cerah sambil menenteng sebuah tas hitam yang Nala yakini berisi laptop. Nala menghela napasnya pasrah. Dia teringat chat Arsen semalam tentang video reaction.
“Morning, love.”
“Gue kan udah bilang, gak usah.” Nala berdecak, “Pulang deh lo.”
“Kok pulang sih? Kan abis ini kita juga mau ke lokasi syuting reality show bareng,” Arsen tersenyum.
“Gandi udah jalan ke sini.”
“Ya udah, kalau gitu kita ciuman sekarang aja, Nal. Gimana?” goda Arsen sambil perlahan mengikis jarak wajahnya dengan Nala, tapi Nala dengan sigap menoyornya.
“Jangan macem-macem lo.”
Arsen terkekeh. Dia kemudian menyodorkan tas tentengnya.
“Nih. Coba liat dulu.”
Nala pun meraih tas itu sebelum memberi jalan kepada Arsen agar masuk ke dalam unitnya. Mereka lantas melangkah beriringan ke arah ruang tengah dengan Arsen yang tiba-tiba saja menyeletuk.
“Ada makanan gak, Nal?”
“Ada, sisa bekel Gavi tadi.” sahut Nala. “Apa? Mau minta makan?”
“Iya, apa lo aja yang gue makan?”
Nala memutar bola matanya, “Ya udah, ikut gue ke dapur buruan.”
Keduanya kemudian berjalan ke dapur yang bersebelahan dengan meja makan. Di atas meja itu pula Nala meletakkan tas Arsen yang dia bawa. Setelahnya, Nala lantas mengambil sarapan untuk Arsen.
Arsen pun tak mampu menahan senyum lembutnya melihat Nala menyiapkan sarapan untuknya di atas meja. Meski hanya ada tiga potong sandwich dan air putih, namun Arsen seketika merasa dejavu. Dia teringat saat mereka masih berpacaran dimana Nala kerap melakukan hal itu dulu.
“Anggap aja ini bayaran karena lo udah ngedit video itu,” kata Nala. “Lagian entar lo juga bakal dapet jatah profit dari adsense gue loh.”
Arsen yang telah duduk di salah satu kursi pun meraih sandwich lalu melahapnya sambil menatap lamat wajah Nala diikuti seringai.
“Gak bisa gitu dong, cintaku. Kan gue pengen dicium, bukan digaji.”
“Brengsek,” gumam Nala. “Udah, lo makan buruan. Abis itu cuci piring. Gue mau liat videonya.”
Arsen mengangguk lalu menarik satu kursi di sampingnya. Nala kemudian duduk di sana sebelum mulai menyalakan laptop hingga Arsen memberitahunya dimana lokasi file video reaction berada.
Selagi Arsen sedang melanjutkan sarapannya, atensi Nala seketika terfokus pada layar di depannya. Sesekali dia tersenyum tipis kala melihat hasil video reaction itu.
“Kenapa gak dilihat sampai abis?” tanya Arsen saat melihat Nala berhenti menonton video itu.
“Entar aja pas pulang, gue mau bersih-bersih dapur dulu. Takut Gandi keburu dateng terus gue malah gak siap,” Nala menunjuk piring di depan Arsen. “Jangan lupa cuci piring lo, yang bersih.”
“Iya, cintaku.”
Nala mengerutkan hidungnya geli sebelum berdiri dari kursi. Pun Arsen yang kini mengangkat piring dan gelas bekasnya. Arsen kemudian mengekori Nala yang berjalan ke counter table dapur. Tidak jauh dari meja itu terdapat wastafel untuk mencuci piring.
Saat Nala sibuk membersihkan meja juga merapikan peralatan masaknya, dia justru tiba-tiba dibuat heran saat mendengar suara musik menggema. Nala kemudian menoleh hingga dia mendapati bahwa handphone Arsen lah sumber dari suara itu.
“Lo ngapain sih?”
“Katanya bersih-bersih sambil dengerin musik bisa bikin mood jadi lebih baik,” Arsen tersenyum, sedang Nala menggeleng pelan.
“Lo tau lagu ini gak, Nal?”
Nala yang kembali sibuk dengan meja konter menggeleng tanpa menoleh ke Arsen. “Lagu indie?”
“Mm,” gumam Arsen pelan sambil mencuci piring pada wastafel di sisi yang berlawanan dari Nala. Mereka saling membelakangi.
“Gue udah jarang denger musik indie sejak putus sama lo,” kata Nala. “Apalagi lagu-lagu yang dulu selalu kita dengerin bareng.”
“Lo bakal dengerin lagu-lagu itu lagi mulai sekarang,” kata Arsen yang membuat Nala menoleh ke arah wastafel sambil tersenyum meledek padanya. Arsen sendiri telah selesai dengan agenda cuci piringnya dan kini sibuk menatap Nala sambil melipat lengannya.
“Tapi gue gak mau denger,” kata Nala sambil menutup telinganya dengan kedua tangan. Arsen pun terkekeh pelan lalu menghampiri si mantan pacar, masih dengan musik yang mengalun dari gawai yang Arsen letakkan di atas meja.
Arsen lalu menarik tangan Nala agar terlepas dari telinganya. Dia kemudian beralih menggenggam kedua tangan Nala dengan posisi mereka yang berhadap-hadapan.
“Apa?” Nala mengangkat alisnya.
“Lagu ini cocok buat dansa,” kata Arsen sambil perlahan bergerak ke sisi kiri dan ke kanan sambil menggenggam tangan Nala. Pun Nala yang mengikuti langkahnya.
“Mana ada sih dansa kayak gini?” kekeh Nala. “Makanya dulu kalau ada kelas seni tuh jangan molor.”
“Teach me then, love.”
Nala mendengus lalu menuntun tangan Arsen agar melingkari pinggangnya. Setelahnya, giliran Nala yang melingkarkan kedua lengannya di tengkuk si mantan.
We’ll meet again
if we’re meant to be
Like destiny, eventually
You can go ahead,
if we’re meant to be
We will repeat inevitably,
eventually
Kedua anak manusia itu pun kembali berdansa mengikuti alunan musik R&B Soul lagu berjudul Eventually. Arsen dan Nala lantas tenggelam dalam netra satu sama lain hingga tanpa sadar lagu telah berakhir.
Alhasil, Arsen yang tadi memutar lagu itu melalui playlist acak pun tak bisa memprediksi bahwa lagu berikutnya yang akan terputar adalah lagu Kill This Love dari BLACKPINK. Sontak dia dan Nala tersentak dengan mata melotot sebelum sama-sama tergelak.
“Kenapa jadi pindah genre sih?”
“Gak apa-apa,” kekeh Arsen. “Ini playlist gue pengen kita joget.”
Nala pun kembali tertawa saat Arsen beralih menggerakkan bahunya tanpa melepaskan tautannya dengan pinggang Nala. Pinggul Arsen bahkan ikut bergerak-gerak meskipun sedikit kaku. Hal itu pula yang membuat tawa Nala tidak ada habisnya.
“Sen, udah. Gue sakit perut.”
Arsen terkekeh melihat sudut mata Nala telah berair karena tawa. Arsen lantas menyekanya dengan ibu jari sebelum kembali memeluk pinggang Nala sembari menatap lurus ke mata indahnya.
Keduanya terdiam. Seolah frasa kini mampu disampaikan melalui tatapan mata saja. Baik itu Arsen maupun Nala kemudian perlahan mengikis jarak wajah mereka.
Dan dalam hitungan detik, Arsen dan Nala telah mempertemukan belahan bibir mereka. Keduanya berbagi ciuman lembut yang tak mengedepankan nafsu belaka, melainkan rasa saling mengerti.
Merasa cukup dengan pagutan lembut mereka, Arsen kemudian mengangkat tubuh Nala hingga terduduk di atas counter table. Pada saat itu pula Arsen dan Nala saling berbagi lumatan kasar nan tergesa. Sontak hal itu membuat nafas keduanya menjadi berat.
Di tengah-tengah ciuman panas mereka, suara bel dari arah pintu apartemen menggema. Saat itu pula Arsen dan Nala seketika melepaskan tautan bibir mereka.
“Gandi kayaknya udah dateng,” tebak Nala. “Lo ke depan gih.”
“Oke,” kata Arsen lalu mengecup singkat bibir Nala. “Thanks for the kisses. Bilang aja kalau mau dibantu ngedit video lagi, Nal.”
Nala hanya mendengus pelan sambil memerhatikan Arsen yang kini berjalan meninggalkan ruang dapur. Nala lalu turun dari meja counter dengan senyum tipis yang merekah di garis bibirnya.