Jemari Evan masih setia menyisir pelan rambut Gala. Sementara sosok yang sedang duduk sembari memeluk erat pinggang Evan lantas menutup damai kedua mata indahnya.
“Dek, kamu gak laper?”
Suara rintik hujan yang semula menjadi satu-satunya pemecah keheningan di antara dua insan yang dibalut kasih itu pun berakhir mendapat teman—saat Evan tiba-tiba membuka suara.
“Enggak, Mas.”
Gala mendongak, “Mas laper?”
“Gak kok, dek. Tapi kalo kamu laper, ayo. Mas temenin ke resto sekarang.”
“Entar aja deh, Mas. Pas makan malem,” kata Gala.
“Kamu bosen?”
“Gak bosen, tapi dingin. Makanya pengen dipeluk Mas Evan sambil ngeliatin ujan,” kata Gala lalu senyum tipis.
Evan mengangguk paham. Setelahnya dia kemudian mencium pipi kanan Gala. Bikin wajah empunya tiba-tiba terasa panas di tengah suhu dingin yang mencekik.
“Mas pindahin kamu ke tempat tidur ya? Rebahan bentar, istirahat dulu.” kata Evan sambil ngusap pelan kedua pipi Gala, “Kalo hujannya udah reda, entar Mas bangunin lagi.”
“Tapi Mas jangan pergi ya?” pinta Gala, “Temenin aku.”
“Iya, dek. Mas gak bakal kemana-mana.”
Gala mengulum senyum sebelum ngalungin lengannya ke leher Evan. Dia kemudian bergumam, “Mas, gendong.”
Sementara itu, yang lebih tua lantas terkekeh sebelum menggendong Gala layaknya bayi koala di depan tubuhnya.
“Waktu masih kecil dulu, kamu juga selalu gini. Dikit-dikit minta digendong,” ucap Evan setelah mendaratkan punggung Gala di atas ranjang.
“Tapi sekarang aku udah berat banget ya, Mas?”
“Iya. Sekarang Mas kayak gendongin lima Gala kecil,” kata Evan diikuti kekehan.
Gala pun cuma tersenyum simpul sambil merhatiin Evan yang nyelimutin tubuhnya. Sesaat setelahnya sang atasan pun ikut berbaring menyamping di sampingnya. Kembali meluk pinggangnya sebelum berbisik, “Bobo, dek.”
“Mas juga bobo.”
Keduanya kemudian sama-sama memejamkan mata. Menciptakan damai dalam kamar yang hanya ditemani suara rintik hujan di luar sana.
Tapi gak lama berselang, Gala tiba-tiba melek—lagi. Dia pun mendongak dan natap wajah tampan Evan lekat-lekat.
Saat itu pula Gala kembali mengagungkan paras Evan dalam hati. Mulai dari alisnya yang tegas, bulu mata yang panjang, hidung lancip hingga bibir penuh nan lembut yang pernah menjamah miliknya.
Demi Tuhan, Gala seketika membayangkan betapa menyenangkan jika ia bisa melihat pemandangan yang sama setiap pagi. Terbangun dengan Evan berada di sisi.
“Mas, kamu udah bobo?”
Gak ada jawaban.
Gala pun menghela napasnya pelan sebelum mengubah posisi menjadi berbaring menyamping. Seolah hendak memuaskan dirinya untuk menatap wajah damai Evan yang nyatanya udah terlelap.
Jemari Gala kemudian beralih membelai pipi yang lebih tua. Sementara tatapan matanya justru lagi-lagi terhenti tepat di bibir atasannya itu.
Sejenak Gala menelan ludah sebelum mencondongkan kepalanya. Mengikis jarak yang membentang antara wajahnya dengan Evan.
Hingga saat Gala akhirnya bisa merasakan hembusan napas hangat Evan di wajahnya, detak jantungnya justru seketika menggila. Keberaniannya yang tadi telah terkumpul di ubun-ubun lantas jatuh hingga ke ujung kuku kakinya.
Alhasil, Gala pun mengurungkan niat dan kembali menjauhkan wajahnya dari milik Evan.
“Kok gak diterusin, dek?”
Gala melotot. Terlebih pas ngeliat Evan senyum lebar sebelum membuka matanya.
“Mas Evan!”
Gala nepuk keras bahu sang atasan sebelum nenggelamin wajahnya di depan dada Evan. Dia malu. Malu banget sampe gak bisa natap yang lebih tua.
“Dek, liat Mas.”
“Gak mau.”
“Bentar aja.”
“Gak mau. Aku maluuu!”
Ketawa ringan Evan yang merdu lantas menembus gendang telinga Gala.
“Gak usah malu. Kamu pas masih kecil dulu juga sering kok nyium Mas kalo lagi merem,” kata Evan sambil ngusap rambut lembut Gala.
Pada akhirnya Gala kembali mendongak. Dan kali ini dada Evan yang jadi sasaran pukulan ringannya.
“Lagian Mas ngapain pura-pura tidur sih? Nyebelin.”
Evan cuma ketawa kecil.
“Gak mau diterusin, dek?”
Gala berdecih pelan. Dia kemudian menghindari tatapan Evan dan bilang.
“Gak mau,” jawabnya, “Kan Mas sendiri pernah bilang, gak ada kakak adek yang ciuman.”
Evan mengulum senyum. Persekian detik berikutnya dia kemudian mempertemukan keningnya dengan milik Gala. Hingga sosok yang lebih muda darinya itu lantas kembali menatap kedua matanya.
Perlahan satu tangan Evan membelai lembut pipi Gala. Bersamaan dengan ujung hidung mereka yang telah bersentuhan—sampai keduanya merasakan sapuan napas hangat satu sama lain. Ketika tangan Evan kemudian menarik pelan dagunya, Gala refleks memejamkan mata.
Kedua bilah bibir mereka pun bertemu. Saling memadu dalam lembutnya lumatan yang menimbulkan sensasi menggelitik di perut bak dipenuhi kupu-kupu.
Refleks Gala pun seketika menuntun satu lengannya untuk memeluk tengkuk Evan. Sementara yang lebih tua beralih mengusap pelan punggung sempitnya dengan penuh afeksi.
Suara rintik hujan di luar sana lantas tak mampu meredam lenguhan pelan Gala kala Evan menyesap bibir bawahnya. Dibalasnya dengan satu sentuhan lidah pada bibir atas Evan sebelum Gala kembali menyesapnya pelan. Hingga bunyi kecipak saliva dari aksi keduanya pun menjadi pengiring ciuman lembut di antara mereka.
Meski bukan yang pertama kalinya, namun baik itu Gala maupun Evan lantas tak bisa menyembunyikan degupan hebat di balik dadanya.
Deru napas berat bersahut-sahutan pun seketika menjadi pertanda semakin intensnya aksi dua anak manusia yang tengah beradu rasa itu.
Dan Gala—dalam hatinya bersumpah bahwa dia tidak ingin mengakhirinya.
Dia ingin Evan memberinya kelembutan dan kehangatan seperti ini selamanya.
Tapi lagi dan lagi. Semesta seolah tak merestui. Pasalnya ponsel yang berada di dalam saku celana Gala justru berdering nyaring. Membuat Evan melepas tautan bibir mereka sebelum bertanya.
“Siapa yang nelpon?” bisiknya.
Gala dengan sigap meraih handphonenya. Melihat nama yang tertera di layar sebelum bergumam, “Bayu, Mas.”
“Kamu mau ngobrol sama dia?” tanya Evan dengan suara baritonnya.
“Gak kok.”
Gala mematikan daya handphonenya kemudian.
“Kenapa dimatiin? Kali aja penting, dek. Gak apa-apa.”
Sebab sesungguhnya Evan juga ingin tau bagaimana Bayu memperlakukan Gala. Terlebih sejak insiden dimana ia menerima pesan dari Bayu.
“Aku ngantuk, Mas.”
Gala meluk pinggang Evan sebelum nutup matanya, “Bangunin aku ya entar.”
“Mm,” gumam Evan sebelum mendaratkan satu kecupan ringan di permukaan bibir Gala, “See you tonight, Gala.”
Gala senyum tipis. Masih dengan kedua matanya yang terpejam sebelum bergumam.
“See you, Mas Evan.”