Oleh-oleh

Mobil yang dikemudikan Baskara dan Tara sebagai penumpangnya kini telah berhenti tepat di garasi rumah mereka. Tapi sebelum keluar dari kendaraan roda empat itu, Tara lantas menoleh ke arah suaminya lalu berkata.

“Bas, kita ke rumah Harith dulu yuk. Keadaan anaknya gimana ya sekarang,” Tara menerka-nerka.

Baskara memicing dengan sorot tak terima, “Perhatian banget.”

“Kamu jangan mulai ah.”

Kekehan pun mengalun merdu dari celah bibir Baskara. Dia lalu mencubit pelan hidung Tara lalu berkata, “Iya, ayo. Kita ke sana.”

Tara mengangguk kecil sebelum keluar dari mobil, begitupun dengan Baskara. Mereka kemudian berjalan bersisian menuju rumah Harith yang berada tepat di seberang kediaman mereka. Sesampainya di depan pintu, Tara memencet bel rumah sang tetangga. Sampai tidak lama berselang, seseorang pun membuka pintu dari dalam.

“Mas Tara! Mas Bas!” seru Ersya riang kala mendapati pasangan suami itu di depannya. “Aku baru aja mau nge-chat kenapa Mas Tara sama Mas Baskara tumben belum pulang kantor jam segini.”

“Tara tuh, ada meeting dadakan sebelum pulang kantor tadi, jadi aku tungguin.” sahut Baskara.

Tara mengangguk, tanda bahwa dia membenarkan. “Tadi kamu nyampe dari Jogja jam berapa?”

“Jam empat lewat, Mas. Telat dari rencana. Pesawatnya delay.”

“Baru beberapa jam yang lalu dong ya,” Tara mendesis. “Kamu pasti masih capek banget, Sya.”

“Gak kok, Mas.” Ersya cengar-cengir, “Mas Tara, Mas Bas, ayo masuk dulu. Aku sekalian mau ngasih oleh-oleh dari Jogja nih.”

“Aku sama Bas nggak usah masuk deh, Sya. Kita cuma mau nanyain keadaan Harith kok,” tutur Tara, namun Baskara justru bersuara.

“Kamu gak mau masuk, Tar? Aku mau ah. Mau ngambil oleh-oleh.”

Tara pun hanya memandangi suaminya itu dengan tatapan datar saat Baskara seketika melenggang masuk ke dalam rumah tepat setelah Ersya memberinya jalan. Sementara itu, Ersya yang melihat Tara masih berdiri di tempatnya lantas bergelayut pada lengan si lelaki yang lebih tua lalu berkata.

“Ayo, Mas Tara. Masuk dulu.”

Tara pun tersenyum tipis diikuti anggukan kecil. Ia lalu mengikuti langkah kaki Ersya yang saat ini menuntunnya menuju ke ruang tengah rumah. Di sana pula Tara mendapati Harith sedang duduk di sofa panjang, sedang Baskara yang lebih dulu tiba di ruangan itu duduk di seberang Harith.

“Gimana demam kamu, Rith?” tanya Tara sambil menghampiri Harith sebelum dia memilih duduk di sebelah kiri Baskara.

“Aku udah gak ada demam kok, Mas.” Harith tersenyum lebar. “Udah gak pusing juga, tapi masih agak lemes sih dikit.”

“Makasih banyak ya, Mas. Kalau bukan Mas Tara sama Mas Bas yang semalem nolongin aku, aku mungkin masih gak bisa bangun deh sekarang.” Harith menimpali.

“Sama-sama, Rith.” balas Tara.

“Terus oleh-oleh buat aku sama Tara mana nih?” tagih Baskara.

Ersya yang duduk di samping si suami pun seketika berdiri dari sofa, “Bentar ya, Mas. Aku ambil dulu. Tadi aku taroh di dapur.”

Harith terkekeh pelan sebelum geleng-geleng kepala melihat suaminya itu berlari kecil ke arah dapur. Sementara Tara seketika menoleh ke arah Baskara dengan sorot mata datar. Pasalnya, sang suami benar-benar merepotkan menurutnya. Namun yang Tara tatap demikian justru terkekeh.

“Mas Bas tau gak sih, earphone Ersya tuh ketinggalan di hotel. Dia lupa kalau naroh di laci,” kata Harith diikuti kekehan. “Tapi oleh-oleh buat Mas Bas sama Mas Tara gak dia lupain loh.”

“Nah, berarti Ersya itu orangnya selalu inget sama janjinya.” sahut Baskara, “Beruntung kamu punya suami kayak Ersya, Rith. Jangan disia-siain buat cowok gak jelas.”

“Mas Bas jangan mulai negatif thinking lagi sama aku deh, aku tuh masih lemes. Gak ada tenaga buat debat,” Harith lalu melirik ke Tara. “Mas Taraa, tolongin.”

“Kalian berdua nih ya, adaaa aja yang diributin.” Tara berdecak.

Persekian detik kemudian, Ersya akhirnya kembali ke ruangan itu. Satu tangannya menenteng satu paper bag yang berukuran cukup besar, sementara satu tangannya lagi memegang kotak berwarna kuning. Ersya lalu meletakkan kotak itu di atas meja, sementara paper bag yang ditentengnya lantas diberikan kepada Baskara.

“Ini oleh-oleh buat Mas Bas sama Mas Tara,” katanya. “Kalau yang di meja ini buat dimakan bareng.”

“Kamu kok tau aja sih bakpia kesukaan aku sama Tara, Sya?” celetuk Baskara saat menyadari bahwa kotak di meja itu adalah bakpia. “Aku sama Tara kalau ke sana pasti belinya merek itu tau.”

“Beneran, Mas?” Ersya nampak antusias lalu kembali duduk di sisi Harith. “Berarti review aku buat bakpia ini juga sesuai sama selera Mas Bas sama Mas Tara. Aku juga suka banget pas nyoba.”

“Tapi kurang kopi sih ini,” tutur Baskara yang membuat Tara refleks menginjak pelan kakinya.

“Ah, iya. Kok aku linglung gini ya. Kalau gitu aku bikinin kopi dulu ya, Mas.” Ersya hendak berdiri—lagi—tapi Tara lantas menahan langkah Ersya dengan berkata.

“Sya, gak usah repot-repot. Bas gak bisa minum kopi kalau udah malem gini kok. Dia insomnia.”

Baskara pun terkekeh melihat Ersya menatapnya dengan raut sedu. “Aku bercanda, Sya. Bener kata Tara kok. Aku gak minum kopi lagi kalau udah malem gini.”

“Mas Bas jangan ngusilin suami aku dong,” tutur Harith. “Ersya masih ngerasa bersalah tau sama Mas Baskara, sama Mas Tara.”

Tara mengernyit heran, “Ngerasa bersalah kenapa deh kamu, Sya?”

Harith menyikut lengan Ersya, “Ayo, katanya mau ngomong.”

Tara mengangkat kedua alisnya penasaran sambil memandangi Ersya. Nampak jika Ersya gugup.

“Soal yang semalem, Mas. Pas aku video call, tapi gak ngabarin Mas Tara dulu.” jelas Ersya. “Mau itu Mas Tara sama Mas Bas gak lagi pengen ngewe atau emang lagi pengen, tetep aja aku musti nge-chat dulu sebelum nelpon.”

“Maaf yaa, Mas.” timpalnya. “Aku ngerasa bersalah banget soal itu.”

Tara berdeham, meski raut wajah Tara nampak tenang, namun pipi dan telinganya sama sekali tidak bisa berbohong. Tara memerah.

“Kamu kan udah minta maaf juga semalem, Sya. Gak usah diungkit lagi,” Tara tersenyum, “Aku nggak keberatan kok. Apalagi kamu juga lagi panik semalem. Aku ngerti.”

“Makasih, Mas Tara.” ucap Ersya dengan mata yang berbinar haru.

“Jadi gimana tuh semalem, Mas Bas?” ledek Harith. “Dapet gak?”

Meski pertanyaan dari Harith terkesan rancu, namun Baskara yang paham akan hal itu lantas menyeringai tipis sambil menaik-turunkan alisnya. Sontak Harith tergelak hingga terbatuk-batuk.

“Mas Bas sama Kak Harith lagi ngomongin apa sih?” tanya Ersya bingung, “Apanya yang dapet?”

“Dapet ikan gede, Sya.” canda Baskara lalu melirik Tara diikuti kekehan. Pasalnya, suaminya itu mendelik dengan wajah bersemu.

“Emang semalem Mas Bas abis mancing ikan ya?” polos Ersya.

“Iyaa,” seringai Baskara. “Ikan—”

Belum sempat dia melanjutkan ucapannya, mulut Baskara sudah lebih dahulu disumpal dengan satu bakpia oleh Tara. Harith pun kembali tergelak melihat mulut Baskara penuh hingga kedua pipinya menggembung.

“Kamu makan gih buruan, abis ini kita musti pulang.” kata Tara.

“Buru-buru amat, Mas.” Harith tersenyum meledek. “Pengen mancing lagi nih jangan-jangan?”

“Ikuuuut!” seru Ersya, membuat Harith, Tara dan Baskara yang masih mengunyah menahan tawa. “Mau mancing di mana?”

“Enggak. Aku gak mau mancing kok, Sya. Kan aku sama Baskara musti bikin cookies malam ini.”

Tara lalu menoleh, “Udah abis belum bakpia di mulut kamu?”

“Udah,” sahut Baskara. “Enak.”

“Ya emang enak. Kan ini bakpia kesukaan kamu,” decih Tara.

“Gak, bukan bakpianya.” Baskara tersenyum tipis sambil menatap Tara dengan sorot mata memuja. “Maksud aku yang semalem, Tar.”

Harith refleks menjerit gemas sambil memeluk bantal sofa. Dia sudah seperti penggemar yang melihat idolanya. Sementara itu, Ersya justru menautkan alisnya kebingungan sambil menggaruk kepala. Nampak dia tak mengerti.

“Sebenernya kita lagi ngomongin bakpia apa ikan sih?” tanya Ersya frustasi yang memicu tawa dari tiga lelaki yang lebih tua darinya.

“Kamu lucu banget sih, babe?” Harith mengacak-acak pelan rambut Ersya sambil terkekeh.

“Padahal biasanya si Ersya yang paling semangat bahas ngewe, tapi kita kasih kode gak ngerti.” celetuk Baskara yang lagi-lagi membuat kakinya diinjak Tara.

“Diem gak?” decak Tara.

“Oooh, jadi dari tadi kita bahas soal ngewe ya? Tapi pake kode-kodean?” Ersya terbahak-bahak sendiri, “Berarti tadi aku abis nawarin diri buat ikut ngewe bareng Mas Bas sama Mas Tara dong? Kak, kita hampir collab!”

Ersya kembali terbahak-bahak sambil memukuli bahu Harith, sementara Harith, Tara begitu juga Baskara hanya menganga.