Nikah

Hari yang tidak pernah Angkasa bayangkan akan tiba justru telah ada di depan mata. Hari dimana dia akan menikah dengan sosok pria bernama Sagara. Padahal, di kehidupan aslinya dulu, Angkasa kerap berandai-andai. Jika saja pernikahan sesama jenis bisa diterima, maka sudah pasti dia bisa menikah dengan lelaki yang dicintainya. Tapi, sekarang, di saat dia berada di dunia dimana pernikahan sesama jenis sangat diterima, Angkasa justru harus menikah dengan lelaki yang tak dia suka. Nasibnya benar-benar menyedihkan di setiap semesta.

Di ruang tunggu mempelai yang didominasi warna putih beserta ornamen bunga mawar, Angkasa kini duduk di sofa panjang sambil menatap kosong ke arah pintu. Tidak lama lagi Ayahnya akan kembali ke ruangan itu untuk menjemputnya sebelum nanti mendampinginya ke aula dimana resepsi pernikahan antara dia dan Sagara akan dilangsungkan.

Pasrah menjadi satu-satunya kata yang bersarang di kepala Angkasa saat ini. Sebab, dia tak punya lagi ide lain untuk bisa membatalkan pernikahannya dengan Sagara. Namun, Angkasa yakin akan ada jalan keluar agar dia bisa kembali ke dunianya; tak hidup dengan Sagara selamanya.

Saat pintu ruang tunggu itu tiba-tiba berderit, Angkasa seketika menghela napas pelan. Dia tahu pernikahan ini hanya ada dunia fiksi, tapi dia justru merasa gugup tanpa sebab. Namun, kala Angkasa mendapati bahwa sosok yang baru saja membuka pintu bukanlah Ayahnya, dia memicing.

Pasalnya, Angkasa sama sekali tidak mengenali pria yang kini berjalan ke arahnya. Lelaki yang Angkasa tebak sebaya atau satu tahun lebih tua darinya itu pun menatapnya dengan sorot mata tidak ramah. Angkasa kemudian mencoba untuk mengingat-ingat siapa saja tokoh dalam AU yang pernah dia baca sampai akhirnya dia mengingat satu nama yang berperan sebagai sepupu Sagara.

“Apa dia yang namanya Bintang ya?” tanya Angkasa dalam hati.

“Gimana perasaan kamu, Asa?” lelaki itu menyeringai. “Pasti seneng banget ya bisa nikah sama cucu konglomerat?”

“Lo siapa?” tanya Angkasa.

Lelaki yang berdiri di hadapan Angkasa itu memutar bola matanya malas, “Kamu gak inget kita pernah ketemu pas Sagara ngenalin kamu ke kakek aku?”

“Nah kan. Bener. Dia Bintang.”

Angkasa berdeham, “Oh, maaf. Gue gampang lupa nama orang. Lo sepupunya Sagara kan ya?”

“Iya, dan seharusnya kamu bisa bicara sopan sama aku. Aku ini calon kakak sepupu kamu loh,” kata Bintang. “Dalam keluarga besar kakek aku pun kita selalu diajari buat bertutur kata sopan. Jadi mulai sekarang kamu harus ngelakuin hal yang sama supaya bisa diterima sebagai menantu.”

“Dih? Apaan sih, ni orang? Gak Sagara, gak sepupunya sama-sama ngeselin. Mana suka ngatur lagi,” julid Angkasa dalam hati sambil menatap Bintang sinis.

“Kenapa? Kamu keberatan?”

Angkasa menghela napas pelan, “Kamu pengen apa dari aku?”

“Emang orang kayak kamu ini bisa ngasih aku apa?” Bintang tertawa, namun dengan raut wajah meledek. Angkasa yang melihat hal itu lantas emosi, namun dia berusaha menahan diri agar tak memukuli Bintang.

“Aku gak pengen apa-apa dari kamu kok, Sa.” timpal Bintang, “Justru aku kasian sama kamu karena kamu justru nikah sama laki-laki sampah kayak Sagara.”

Angkasa membuang mukanya sesaat lalu bergumam, “Gue juga kasihan sama diri gue sendiri.”

“Kamu tau gak kalau dia nikahin kamu tuh karena keserakahan dia yang pengen jadi CEO dan ngerebut harta kakek aku, Sa?”

Angkasa kembali memandangi wajah Bintang lalu bangkit dari sofa. Dia pun tersenyum cerah sebelum berkata, “Iya, tau kok. Jadi kalau kamu ngasih tau aku semua ini supaya aku benci sama dia, kamu gak usah repot. Kalau aja nih ya, di dunia ini ada wadah perkumpulan haters Sagara, aku yang bakalan jadi ketuanya. Aku juga benci sama dia, tapi please gak usah bawa-bawa aku ke dalam urusan keluarga kamu.”

“Semoga sukses deh ya rebutan warisannya. Aku mau ke toilet,” timpal Angkasa sebelum berjalan meninggalkan Bintang yang kini menatapnya kesal, juga heran.


Resepsi pernikahan Sagara dan Angkasa kini telah berlangsung. Kedua mempelai pun sedari tadi sibuk menyapa para tamu yang datang. Namun, Angkasa yang diam-diam menanti kehadiran Surya yang tampangnya entah bagaimana lantas sibuk menelisik satu persatu tamu undangan. Dia berharap di antara orang-orang dalam aula ini ada sosok Surya.

Sampai saat seorang tamu lagi-lagi datang menghampirinya dan Sagara, Angkasa lantas bertanya ke sang suami tentang siapa kah laki-laki itu. Sayangnya, jawaban Sagara bukan lah nama Surya.

“Kamu ngapain sih dari tadi nanyain nama orang mulu?” tanya Sagara yang sudah lelah dengan pertanyaan Angkasa setiap kali ada tamu yang datang dan ingin mengucapkan selamat.

Angkasa berdecak, “Ya biar gue kenal sama keluarga besar lo atau gak kolega-kolega lo lah.”

“Kamu gak perlu kenal mereka.”

Tatapan datar nan dingin sang suami membuat Angkasa tiba-tiba bergidik. Dia sebenarnya ingin menanyakan Surya sedari tadi, tapi jawaban Sagara sudah pasti tak akan sesuai ekspektasi.

Angkasa berdeham, “Ya udah, eh tapi kok gue gak ada ngeliat Mas Surya daritadi ya? Dia ke mana?”

“Terus kamu pikir yang daritadi fotoin kita di depan sana siapa?”

“Hah?”

Angkasa melotot lalu menoleh ke arah seorang pria yang daritadi menjadi fotografer khusus untuk dirinya dan Sagara. Nampak pria berperawakan tinggi itu sesekali tersenyum saat mengambil foto mereka. Angkasa pun tersenyum dibuatnya. Sebab, akhirnya dia telah menemukan Surya. Bahkan tampang Surya masuk ke kriteria tipe idealnya; manly dan dewasa.

“Kenapa Sky di AU malah gak mau sama Surya ya? Udah baik, cakep, pekerja keras lagi.” kata Angkasa dalam hati lalu melirik Sagara sinis. “Author AU-nya juga kenapa malah jadiin si Sagara anjing ini main character AU coba? Aneh.”

“Kamu ini kenapa sih?” tanya Sagara heran. “Aneh banget.”

“Ng… Nggak,” Angkasa gelagapan lalu berdeham. “Kameranya Mas Surya kegedean, jadi gue gak liat wajah dia tadi. Tapi kenapa dia malah jadi fotografer di nikahan kita deh? Bukannya dia teman lo terus kerja di kantor lo juga ya?”

“Bukan urusan kamu,” singkat Sagara sebelum memusatkan atensinya ke arah para tamu.

Sementara itu, Angkasa hanya berdecih pelan sebelum kembali menatap Surya. Dia harus bisa menemukan cara agar mereka bisa berbincang-bincang. Dia pun ingin mendapatkan kontak Surya agar mereka kian dekat.

Angkasa kemudian memutar otak hingga semua ide tiba-tiba muncul di kepalanya. Angkasa lalu melambaikan tangannya ke arah Surya lalu memberi isyarat agar Surya naik ke panggung dimana dia dan Sagara berada.

“Kamu ngapain sih?” tanya sang suami heran, sedang Angkasa lantas tersenyum meledek.

“Ada apa, Sa?” tanya Surya.

“Mas, aku boleh minta tolong buat fotoin aku sama Mas Sagara gak?” Angkasa memberikan penekanan ketika menyebut nama suaminya. “Tapi foto yang agak close up gitu loh, Mas. Bisa?”

Surya tersenyum, “Bisa kok. Mau potrait apa landscape nih, Sa?”

“Landscape aja, Mas.”

“Oke, kalau gitu kalian coba agak deketan dikit.” Surya memberi arahan yang langsung dipatuhi oleh Angkasa. Sementara itu, Sagara yang melihat tingkah sang suami seketika berbisik.

“Kamu sebenernya pengen bikin masalah apa lagi?” kata Sagara.

“Gue gak perlu bikin masalah, soalnya masalah terbesar hidup gue udah jadi suami gue.” balas Angkasa bersamaan dengan bahunya dan Sagara yang telah menempel. “Senyum, Mas Gara.”

Angkasa menyebut bahkan memanggil Sagara dengan sebutan Mas meski dengan nada sarkas. Meski suaminya itu terkesan ogah-ogahan untuk berfoto dengannya, tapi Angkasa tidak peduli. Sebab hal ini hanya bagian dari rencananya yang ingin lebih dekat dengan Surya.

“Oke, good!”

Setelah beberapa kali berganti pose, Angkasa pun bertanya. “Mas, aku boleh cek fotonya?”

“Boleh kok,” kata Surya sebelum menunjukan hasil jepretannya. “Gimana? Apa pengen diulang?”

“Gak usah, Mas. Ini udah bagus banget,” Angkasa cengar-cengir, “Aku boleh minta tolong lagi gak, Mas? Aku pengen dikirimin foto-foto ini ke WhatsApp aku. Bisa?”

“Mm…” Surya terlihat berpikir sejenak sambil memandangi Sagara dengan tatapan bingung. “Sebenernya semua foto kalian bakal aku masukin ke drive terus aku kasih ke Sagara pas resepsi pernikahan kalian udah selesai. Biar kalian bisa milih dulu foto mana aja yang pengen dicetak.”

“Tapi aku pengen foto ini, Mas. Pengen aku upload ke sosial media aku abis ini,” Angkasa terus berusaha mencari alasan.

“Boleh deh kalau gitu,” Surya akhirnya setuju lalu merogoh saku celana dan mengeluarkan gawainya dari sana. “Mana sini nomor WhatsApp kamu, Sa.”

Angkasa tersenyum puas lalu melirik sejenak ke arah Sagara. Suaminya itu hanya diam sambil memandanginya dengan sorot mata datar sebelum buang muka.

Usai mengetikkan nomornya di handphone Surya dan mengirim chat agar dia tahu nomor lelaki di hadapannya itu, Angkasa pun mengembalikan gawai Surya.

Thanks in advance, Mas.” Ucap Angkasa, “Maaf ya ngerepotin.”

No worries, Sa. Lagian aku ini temennya suami kamu dan dia soon to be atasan aku di kantor,” goda Surya, sementara Sagara hanya memutar bola matanya. “Kalau gitu aku balik ke sana ya.”

“Oke, Mas Surya. Semangat!”

“Sok asik,” gumam Sagara yang masih bisa didengar Angkasa.

“Siapa?” Angkasa memicing, tapi Sagara tak merespon tanyanya.

Angkasa pun hanya mendengus sambil menatap Sagara sinis sebelum memusatkan atensinya ke Surya yang telah kembali ke tempatnya semula. Namun, baru beberapa menit berlalu setelah Angkasa dibuat senang karena dia berhasil mendapatkan nomor HP Surya, dia justru dibuat kesal ketika melihat Bintang tiba-tiba menghampiri Surya. Bahkan sepupu Sagara itu bergelayut manja di lengan kanan Surya.

“Sepupu lo sama Mas Surya ada hubungan apa?” tanya Angkasa ke Sagara, namun suaminya itu tidak menggubris. Angkasa pun hanya mampu menghela napas panjang sambil memerhatikan Bintang dan Surya di depan sana.

“Gak Sagara, gak sepupunya, mereka jadi masalah doang di hidup gue.” monolog Angkasa.