Nge-date

Wira baru aja keluar dari gedung kantornya sambil natap gawai di tangannya. Setelah tadi orderan ojek online Wira harus rela dia cancel karena si driver kejebak macet dengan lokasi yang masih jauh, alhasil kini Wira harus nyari driver lain. Sayangnya, belum sempat Wira nekan opsi order, sosok yang selalu dia coba buat hindari justru tiba-tiba berdiri di hadapannya. Sosok itu ialah Rafa, mantan pacar yang notabenenya udah putus sama dia tahun lalu.

“Gue udah nungguin lo dari tadi, Ra.” kata Rafa. “Kok lo jam segini baru pulang? Banyak kerjaan ya?”

“Gue gak minta lo nungguin gue kan?” balas Wira dingin. “Suka-suka gue pengen pulang kapan.”

Baru aja Rafa hendak bersuara, tapi suara klakson motor yang amat nyaring sudah lebih dulu menggema. Wira pun menatap motor driver ojek online yang berada di belakang Rafa dengan alis saling bertautan. Pasalnya, si driver yang mengenakan masker justru terasa tidak asing baginya.

Wira kenal sorot mata itu.

Wira juga kenal alis tegas itu.

“Mas Wira?” tanya si driver ke Wira yang dibalas anggukan.

Wira pun cuma mendelik tajam ke Rafa sesaat sebelum meraih helm yang disodorkan oleh sang driver. Setelahnya, dia buru-buru naik hingga kendaraan roda dua itu melaju meninggalkan gedung kantor juga Rafa yang mematung.

“Pegangan yang kenceng, Mas. Saya mau ngebut,” ucap si driver yang bikin Wira terkekeh pelan.

“Gak usah modus kamu, Mas.”

“Aku beneran pengen ngebut loh, Ra. Kalau kamu nggak pegangan yang kenceng, entar kamu jatuh.”

Wira nahan senyumnya diikuti helan napas. Kedua lengannya kemudian melingkar erat di pinggang driver yang gak lain adalah Desta. Meski tadi Wira sempat kaget, tapi dia ngerasa bersyukur Desta datang di saat yang tepat. Alhasil, dia gak perlu buang-buang energinya lagi buat sekedar nolak ajakan mantannya.

“Mas, kamu pengen bawa aku ke mana?” tanya Wira yang ngeliat Desta belok dari jalan ke rumah.

“Ke tempat makan kesukaan aku,” jawab Desta. “Aku laper nungguin kamu dari tadi tau.”

Lagi, Wira nahan senyumnya.

“Lagian siapa suruh kamu main dateng aja gak bilang-bilang?”

“Hah? Kamu bilang apa, Ra?”

Wira berdecak. “Aku bilang… Siapa suruh kamu main dateng aja gak bilang-bilang sama aku!”

Desta cuma ketawa kecil sebagai respon. Dia pun melirik ke kaca spion hingga pandangannya dan Wira bertemu selama dua detik.

“Cowok yang tadi mantan kamu yang kamu ceritain semalem?”

“Iya, Mas.”

“Menurut kamu, gantengan aku apa dia?” tanya Desta usil. Wira pun refleks nyubit pinggangnya.

“Gak usah nanya macem-macem. Mas fokus bawa motor aja sana.”

“Aku atau dia, Raa?” Desta gigih. “Terus terang aja. Gak apa-apa.”

Wira ngulum bibirnya. Dia gak bilang apa-apa lagi setelahnya. Begitu pun Desta yang cuma bisa tersenyum sambil geleng-geleng.

Gak lama setelahnya, laju motor yang dibawa Desta pun berhenti di depan sebuah warung bakso. Warung itu tidak kecil, tapi juga tidak terlalu besar. Namun, dari bagian luarnya saja, Wira dapat melihat kalau warung bakso itu sangat bersih. Wira yang tadinya mikir kalau Desta mau bawa dia ke restoran mahal pun senyum tipis sebelum turun dari motor.

“Ini yang kamu bilang tempat makan kesukaan kamu, Mas?”

“Mm, bakso di sini enak.” sahut Desta sambil ngeraih helm di tangan Wira. “Kamu udah pernah makan bakso di sini belum, Ra?”

“Belum.”

“Bagus deh,” kata Desta lalu ikut turun dari motor setelah tadi menyimpan helmnya dan Wira.

“Berarti aku orang pertama yang ngajak kamu ke sini. Jadi nanti kalau kamu datang ke sini lagi, kamu bakal langsung inget aku.”

Wira senyum ngeledek, sedang Desta refleks ngacak-acak surai hitam Wira sebelum bersuara.

“Ayo, Ra.” ajaknya.

Wira mengindahkan titah Desta. Dia ngikutin cowok yang lebih tua darinya itu masuk ke warung dan duduk di satu meja di pojok.

“Untung meja ini belum ada yang ngisi ya,” kata Desta sambil narik satu kursi buat Wira. “Aku kalau ke sini pasti duduknya di sini.”

“Harus banget ya punya tempat khusus?” gantian Wira ngeledek.

“Harus dong, aku suka duduk di sini. Soalnya pas di bawah kipas angin.” kata Desta sambil nunjuk kipas angin yang menempel di dinding, tepat di atas mereka.

Wira geleng-geleng, sementara Desta langsung senyum ke arah si pemilik warung yang bergegas nyamperin dan nyapa mereka. Wira pun natap kagum ke Desta pas ngeliat dia ngobrol sama si pemilik warung itu. Jelas kalau Desta udah sering makan di sini.

“Mas, yang kayak biasa dua ya.”

Setelah ngasih tau pesanannya, Desta kembali noleh ke Wira.

“Kamu kok tiba-tiba pulang ke sini sih, Mas?” Wira penasaran.

“Aku kangen sama seseorang. Udah dua Minggu lebih aku gak ketemu lagi sama dia,” sahutnya.

Wira memicing. “Siapa?”

Desta nopang kepalanya di atas meja sambil natap Wira dengan senyum di bibirnya. “Customer YesJek yang nemenin aku kabur.”

“Aku serius, Mas.”

“Aku juga serius, Ra.”

Wira mendengus. “Terus kamu gak takut ketahuan Papa kamu?”

“Gak,” Desta ngangkat bahunya gak peduli diikuti tawa. “Papa aku lagi ke New York soalnya.”

Wira mutar bola matanya malas lalu geleng-gelengin kepalanya. Bersamaan dengan itu pesanan mereka pun datang. Dua bakso porsi lengkap telah tersaji tepat di hadapan Desta dan Wira.

“Kamu suka sambel gak?” tanya Desta yang kemudian dibalas anggukan mantap oleh Wira.

“Kalau Mas Desta suka gak?”

Desta senyum sambil natap lurus ke dalam netra legam Wira. “Mm, aku suka, Ra. Suka banget malah.”

“Tapi aku gak lagi ngebahas soal sambel,” timpal Desta yang bikin ekspresi wajah Wira jadi datar.

“Kamu kayaknya udah lapar banget deh, Mas. Makan nih.”

Wira pun nyuapin Desta satu biji bakso yang udah ditusuk garpu. Desta nerima suapan itu dengan senang hati sambil senyum tipis.

“Kamu udah lihat kan, Ra? Aku juga suka makan di tempat gini.” celetuk Desta, “Aku waktu masih kecil dulu juga sering nunggu tukang bakso gerobakan yang suka lewat di depan rumah kok.”

“Terus kotak snack kayak yang kamu makan semalem, aku juga sering dibawain pulang sama Papa dari kantor dulu. Sengaja gak dimakan buat aku,” katanya.

“Aku juga pernah ngerasain masa sulit.” lanjut Desta, sementara Wira natap wajahnya lekat-lekat.

“Jadi kalau kamu mikirnya aku cuma kenal dan tau hal-hal yang mewah, kamu keliru. Aku sama aja kok kayak kamu. Kayak orang kebanyakan.” ujarnya. “Justru aku lebih suka hal yang sederhana...”

“Sama kayak yang selalu diajarin mendiang Mama aku,” final-nya.

“Aku nyinggung perasaan kamu ya, Mas?” Wira jadi nggak enak.

Desta menggeleng, “Gak kok.”

“Justru aku ngasih tau kamu gini supaya kamu gak ngerasa kalau ada jarak di antara kita,” timpal Desta. “Aku bukan si kaya dan kamu si miskin, aku cuma orang biasa yang lagi suka sama kamu.”

“Mulai lagi deh kamu, Mas.”

Desta senyum tipis, “Gimana? Kamu suka gak bakso di sini?”

“Suka, Mas.”

“Kalau aku?”

“Mas Desta...”

Desta terkekeh, “Iya, iya. Makan.”