New Year

Pergantian tahun sudah di depan mata. Gandi serta calon istrinya pun telah tiba di kediaman Arsen tepat pada pukul delapan malam. Keduanya disambut hangat oleh si tuan rumah, Nala, Mama dan Gavi yang tak henti mengoceh.

Mereka semua pun berkumpul di area kolam renang, dimana telah tersedia pemanggang juga meja dimana mereka akan menyantap makanan nantinya. Meski begitu, kehadiran Gandi dan calon istri tidak membuat mereka langsung memulai acara. Sebab masih ada Endra yang belum menampakkan diri dan mereka yang ada di sana pun masih sibuk untuk mengenal lebih dekat lagi calon istri Gandi.

Sampai tidak lama setelahnya, Endra akhirnya tiba di tempat mereka bercengkrama. Namun yang membuat Arsen berang, dia justru melihat sahabatnya datang bersama Bagas. Padahal, dia dan Nala sendiri tidak mengundang sutradara itu. Arsen pun seketika berdiri saat Endra menghampiri.

“Ngapain lo ke sini bareng dia?”

Melihat sikap ketus Arsen, Nala yang duduk di samping mantan pacarnya itu pun refleks meraih tangan Arsen, menggenggamnya. Nala berusaha memberitahunya secara tersirat agar Arsen tidak terbawa emosi dan memicu api.

“Bagas datang ke rumah gue pas gue mau ke sini,” kata Endra. “Dia mau ngajakin gue tahun baruan di luar. Ya udah, sekalian gue ajak ke sini. Dia kan temen Nala juga.”

Nala mengangguk, “Maaf ya, Gas. Gue gak ngasih tau lo. Gue kira lo bakalan tahun baruan di Bali, soalnya sore tadi lo bilang kalau lo masih di sana pas gue tanya.”

“Gak apa-apa, Nal. Gue juga pas baru nyampe Jakarta langsung ke rumah Endra, ternyata dia udah ada planning acara sama kalian.”

“Ternyata?” Arsen menyeringai, “Lo ngomongnya seolah lo gak tau kalau Endra itu sahabat gue dan bakal tahun baruan bareng.”

Melihat suasana di tempat itu nyaris tidak kondusif lagi, Nala pun berdiri. Dia lalu mendelik ke Arsen sejenak sebelum menatap Bagas dan Endra bergantian.

“Ya udah, karena kalian datang belakangan, kalian bantu gue ke dalam buat ngambil bahan yang mau kita pake.” Nala berusaha mengalihkan topik. “Oh iya, ini kenalin juga calonnya si Gandi.”

“Erika.”

Calon istri Gandi pun berjabat tangan dengan Endra dan Bagas sambil tersenyum ramah. Sedang Arsen masih menatap tajam pada Bagas. Sontak hal itu membuat Nala berbisik di samping Arsen.

“Jangan ngerusak suasana deh, Sen. Calm down a bit,” katanya.

Arsen menghela napas panjang sejenak tanpa melepas tatapan tajamnya dari Bagas. “Gue mau ngomong berdua sama lo, Gas.”

Bagas mengangguk kecil lalu mengikuti langkah Arsen yang menuntunnya untuk menjauhi orang-orang di tepi kolam sana. Merasa sudah cukup jauh, Arsen pun berbalik hingga kini dia dan Bagas berdiri saling berhadapan.

“Lo pengen apa dari Endra?”

Bagas memicing, “Gue gak ngerti maksud dari pertanyaan lo, Sen.”

“Lo pengen manfaatin dia karena dia itu orang kepercayaan gue?” tanya Arsen. “Lo masih berusaha ngerebut Nala dari gue melalui Endra? If it’s so, let me tell you…”

It won’t work,” tegasnya.

Bagas tersenyum tipis, “Gue tau. Mau gue pakai cara apapun juga, siapa sih yang bisa ngerebut Nala dari lo? Pada akhirnya gue cuma bakalan jadi Tristan kedua kalau gue tetep nekat buat mencoba.”

I don’t have any bad intentions for Endra either.” timpal Bagas.

“Justru gue ikut ke sini karena gue mau move on bareng dia.” katanya. “Gue tau Endra abis patah hati, tapi baru beberapa waktu yang lalu gue tau siapa alasan di balik patah hatinya.”

“Lo bener. Gue emang udah tau kalau Endra ada planning acara sama kalian.” jelas Bagas. “Tapi yang gue tau juga Endra ngerasa gak sanggup buat dateng malam ini. Bahkan sampai sore tadi, dia masih ragu. Dia bilang mungkin dia bakalan tahun baruan sendiri aja daripada harus ngeliat crush dia lagi bareng calon istrinya...”

“Makanya gue juga mutusin buat kelarin urusan gue di Bali terus buru-buru pulang supaya Endra gak tahun baruan sendiri,” lanjut Bagas. “Tapi pas gue ke rumah dia, ternyata dia udah siap-siap buat ke rumah lo. Karena Endra pengen berdamai sama hatinya sendiri dan belajar buat move on.”

“Dan karena gue juga ngerasain hal yang sama kayak Endra, gue gak pengen ngeliat dia berjuang buat move on sendiri. That’s why i’m here. Gue mau nemenin dia.”

“Oke, alasan lo kali ini masih gue terima.” Arsen lalu mengikis jarak tubuhnya dengan Bagas. “Tapi kalau sampai lo punya niat nggak baik dan nyakitin sahabat gue, lo bakal tau sendiri akibatnya, Gas.”

Bagas mengangguk lalu melirik ke arah Endra yang masih berdiri di tempatnya tadi. Dia kemudian tersenyum tipis saat tatapannya dan Endra bertemu. Sementara itu, Arsen yang memerhatikan keduanya seketika memicing.

“Ngapain lo senyam-seyum di sini?” ketus Arsen. “Tadi Nala nyuruh lo ngambil bahan-bahan di dalam rumah kan? Pergi sana.”

“Temenin gue dong, Sen.”

“Coba ngomong sekali lagi.” kata Arsen, membuat Bagas terkekeh sebelum meninggalkan si aktor.


Tahun telah berganti satu jam yang lalu. Pesta malam tahun baru yang mereka adakan pun berlangsung lancar hingga usai.

Kini, semua tamu di rumah Arsen telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kediaman sang aktor yang tadinya ramai lantas telah sunyi. Mama dan Gavi yang menginap di sana pun masing-masing sudah berlabuh ke alam mimpi. Hanya Arsen dan Nala lah yang masih asik bercengkerama.

Keduanya duduk di balkon kamar lama Nala. Ada dua kaleng beer kesukaan mereka yang seolah menjadi suguhan penutup seusai pesta. Banyak hal yang menjadi topik perbincangan kedua anak manusia itu. Dari yang mampu membuat mereka tertawa kecil hingga meneteskan air mata.

“Oh iya, Sen. Pas gue abis nuduh lo terus marah-marah sama elo waktu itu, lo kabur ke mana sih?”

“Ke sini,” kekeh Arsen. “Gue juga duduk di sini sambil minum bir.”

“Gue juga denger Gandi datang nyariin gue,” timpalnya. “Tapi karena gue gak keluar-keluar juga, dia mungkin mikir kalau gue lagi gak ada di rumah ini.”

“Gue sama Gandi khawatir tau. Udah handphone lo mati. Mami Papi lo juga gak tau lo di mana,” Nala menghela napas sebelum menyandarkan kepalanya pada bahu Arsen. “Gue pikir gue udah kehilangan lo. Gue kacau banget.”

Arsen tersenyum tipis lalu ikut menyandarkan kepalanya pada kepala Nala. “Gak usah diinget lagi. Kan gue udah ada di sini.”

“Mm,” Nala tersenyum.

“Nal.”

“Apa?”

Where’s my gift, anyway?

Nala mendengus lalu perlahan mengangkat kepalanya. Begitu pun Arsen yang lantas menatap wajah Nala diikuti senyum tipis.

“Sen, makasih ya udah nemenin gue di another tahun terberat dalam hidup gue setelah kita putus.” ucap Nala. “Gue gak tau gue bakal gimana kalau aja kita gak ketemu lagi pas Mas Tristan ninggalin gue. Gue juga gak tau bakal gimana kalau gue gak liat gimana usaha lo buat dapetin gue lagi setelah nunggu lama.”

Arsen mengangguk pelan. Dia pun membelai lembut pipi kiri Nala dengan ibu jarinya sesaat.

“Gue, lo dan siapapun itu, emang gak akan pernah ada yang tau hal apa aja yang bakalan terjadi esok atau lusa.” kata Nala. “Tapi… Gue yakin, selama gue selalu bareng lo kayak gini, gue nggak bakalan ngalamin tahun terberat dalam hidup gue lagi, because it’s you.”

“Lo yang selalu ada buat gue. Lo yang selalu nguatin gue. Dan lo juga yang terbaik buat gue, Sen.”

Arsen menutup mata ketika Nala mengecup bibirnya. Arsen lalu memberikan akses kepada Nala untuk melumat celah ranum itu.

Pagutan yang tercipta di antara mereka tidak didominasi nafsu. Nala dan Arsen sama-sama larut dalam romansa yang berpadu dengan sunyi nan tenangnya malam. Ciuman itu seolah saling menggambarkan perasaan haru di balik dada mereka akan fakta bahwa keduanya kembali bersatu dalam rasa dan harap yang sama.

Mereka hanya ingin tetap saling mencinta dan bersama hingga di hari tua dan maut memisahkan.

Cukup lama saling memadu rasa manis dari celah ranum mereka, Nala lantas menyudahi ciuman itu. Pasalnya, dia merasa bahwa pipinya basah. Padahal, dia tak menitikkan air mata. Sudah jelas bahwa Arsen lah yang menangis.

“Jangan nangiiis,” Nala terkekeh sambil menyeka air mata Arsen.

“Kita belum nikah,” bisik Nala.

Arsen akhirnya tertawa. Dia lalu mendekap erat tubuh Nala dan berkata, “Ya udah. Sekarang lo tidur. Gue juga mau ke kamar.”

Nala mengangguk. Pelukannya dan Arsen pun terlepas setelah mereka puas berbagi kehangatan selama beberapa detik. Nala lalu menutup mata saat Arsen tiba-tiba mengecup lembut dahinya.

“Tidur yang nyenyak ya, Nal.”

“Iya, lo juga.”