Masih
Nala dan Arsen telah berada di lokasi pemotretan untuk sampul majalah. Keduanya bahkan sudah mengenakan salah satu setelan pakaian yang telah kru siapkan untuk pengambilan gambar hari ini. Arsen memakai celana kain hitam dipadukan dengan jaket single breasted mohair wool yang tidak sama sekali tidak dikancing hingga bagian dada juga perut si aktor terekspos. Sementara itu, tubuh Nala sendiri dibalut rope blazer dengan satu kancing di depan dada. Alhasil, sebagian dada juga perut Nala nampak. Pun kaki jenjangnya. Sebab, Nala kini mengenakan celana pendek hitam yang hanya sebatas paha.
Selagai stylist masih merapikan rambut dan pakaian Nala, Arsen lantas tak henti-henti menatap datar ke arah beberapa wanita juga pria yang terus-terus saja memandangi sang lawan main. Arsen bahkan tidak menyadari bahwa dirinya sendiri pun telah menjadi objek tatapan intens dari orang-orang saking terlalu sibuk memedulikan Nala di sisi kirinya.
“Oke, Nal. Udah,” kata si stylist sebelum meninggalkan Nala dan Arsen tak jauh dari set yang akan menjadi background pemotretan mereka beberapa menit lagi. Saat itu pula Arsen sigap berdiri tepat di hadapan Nala hingga mereka kini saling berbagi pandangan.
“Apa?”
Alis Nala menukik heran. Sebab, Arsen hanya berdiri di depannya sambil melipat lengan sembari terus menatap datar ke arahnya.
“Gue nutupin badan lo,” sahut Arsen. “Biar gak diliatin mulu.”
“Terus lo pengen nutupin badan gue kayak gini mulu sampai sesi pemotretan?” Nala mendengus kasar. “Lo masih se-posesif ini.”
“Kalau udah sesi pemotretan, ya gue bakal berusaha mentolerir, karena lo lagi kerja. Mau gak mau lo musti jadi bahan tontonan biar lo tetep profesional,” kata Arsen. “Itu juga kan yang dulu lo mau?”
“Tapi kalau masih di luar waktu kerja kayak sekarang, gue nggak suka. Badan lo bukan tontonan gratis. Jadi selagi ada gue di sisi lo, i’ll do this kind of thing. That’s the difference.” seringai Arsen.
Nala memutar bola mata malas diikuti gelengan kepala. Namun, persekian detik berselang, tiba-tiba saja terlintas di kepala Nala sebuah pikiran untuk mengusili Arsen. Nala pun berusaha untuk menahan senyum sebelum mulai melangkah satu kali ke sisi kiri.
Sontak hal itu membuat tubuh Nala tidak lagi berlindung di balik badan bongsor Arsen dan dapat dengan mudah dilihat oleh orang-orang di sisi seberangnya. Sementara itu, Arsen pun tidak ingin kalah. Dia ikut melangkah ke kiri agar tubuhnya kembali berada tepat di hadapan Nala.
Nala pun tidak berhenti setelah itu. Kali ini Nala melangkah satu kali ke kanan hingga dia kembali ke posisinya semula. Tapi belum lima detik berlalu, Arsen sudah ikut melangkah ke sisi kanannya agar tubuh Nala tetap berada di hadapannya. Sampai ketika Nala lagi-lagi hendak melangkah ke sisi kiri, kedua tangan Arsen pun buru-buru mencengkeram erat pundak Nala. Dia terkekeh pelan.
“Jangan main-main sama gue, Nal. Gue gak takut nyium lo di sini,” bisik Arsen diikuti seringai.
“Coba aja kalau lo pengen gue cut off sekarang juga,” kata Nala.
Dua anak manusia itu sama-sama menahan senyum sebelum akhirnya menoleh pada sumber suara yang memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam set pemotretan. Nala dan Arsen pun berjalan beriringan ke tempat itu lalu memulai sesi pengambilan gambar mereka untuk majalah.
Usai pemotretan selesai, Arsen dan Nala yang masih memakai setelan terakhir dari total enam pasang baju untuk pengambilan gambar hari ini pun diberitahu agar mengikuti sesi wawancara. Keduanya kemudian dituntun ke set pertama yang mana terdapat dua kursi di sana. Alhasil, Arsen dan Nala pun bisa segera duduk.
Baik itu Arsen maupun Nala lalu mulai menjawab satu demi satu pertanyaan yang diberikan oleh sang interviewer. Mulai dari bagaimana mereka mengikuti audisi casting hingga akhirnya dipasangkan dalam series serta apa saja yang menjadi nilai plus dan menjual dari series Starlight; guna mempromosikan series itu.
Sampai saat si interviewer mulai menanyakan tentang persoalan pribadi, Nala juga Arsen diam-diam gugup. Mereka takut jika saja akan ada pertanyaan seputar hubungan mereka saat masih di dunia kuliah. Pasalnya, semakin banyak mereka berbohong soal masa lalu mereka, semakin besar pula akibat yang nanti akan Nala dan Arsen terima saat semuanya terbongkar. Sebab, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi kelak.
Beruntung, tidak ada pertanyaan spesifik yang menjurus ke sana. Namun, Nala justru dibuat panik ketika ia mendengar pertanyaan terakhir dari sang interviewer yang ditujukan untuk Arsen.
“Sen, kamu preferensinya lebih ke cewek apa cowok? Kan kalau Nala kita udah tau ya,” kata sang penanya. “Just if you don’t mind.”
Arsen melirik Nala sesaat lalu kembali menatap ke kamera di hadapan mereka diikuti tawa.
“Wah, kalau soal preferensi, saya udah komitmen sama diri sendiri buat jadiin ini privasi sih, Mba…”
“Karena saya pribadi pun nggak pengen terlalu buka-bukaan soal hubungan asmara saya sebelum saya nikah.” timpal Arsen. “Jadi saya pengen semuanya ketahuan tuh pas saya udah nikah nanti.”
Nala tersenyum tipis mendengar jawaban berani Arsen. Sebab, dia tidak segan untuk memberitahu tentang batasan ranah privasinya meski itu jelas bukan lah jawaban yang amat interviewer inginkan.
“Berarti Arsen tipikal yang bakal diam-diam punya pacar terus identitasnya dirahasiakan yaa sebelum kalian nikah nantinya?”
“Iya, bener.”
Dengan jawaban Arsen itu, maka berakhir pula lah sesi interview serta seluruh rangkaian photo shoot mereka hari ini. Baik itu Arsen dan Nala lantas menghela napasnya lega lalu saling berbagi pandang. Keduanya pun refleks berbagi senyum sebelum Gandi dan Endra menghampiri mereka.