Lost Control

“Camera…”

“Rolling…”

“Action!”

Tepat setelah sang sutradara memberikan isyarat agar Nala dan Arsen memulai aktingnya, kedua aktor yang saat ini telah berada di atas ranjang itu pun seketika saling menatap lurus ke dalam netra satu sama lain. Dengan kondisi tubuh bagian atas mereka yang sudah tidak ditutupi sehelai benang lagi, Arsen yang mengungkung Nala lantas bisa merasakan hangat dan lembutnya kulit sang lawan main. Pun Nala yang kini bisa mendengar degup jantung di balik dada Arsen ketika lawan mainnya itu mulai menciumnya.

Arsen melumat lembut bibir Nala sesaat sebelum turun ke leher, tulang selangka hingga puting Nala. Mendapatkan sentuhan sensual itu sontak membuat Nala membuka mulut, sedang kedua matanya terpejam. Kepala Nala kemudian mendongak saat bibir Arsen perlahan menjelajahi perut hingga pahanya yang terekspos; sebab ia memakai celana pendek.

Aksi keduanya terus berlanjut dan semakin intens, terlebih saat Arsen menarik selimut yang ada di sana untuk menutupi tubuh bagian bawahnya dan Nala. Hal itu pula lah yang nantinya akan digunakan juru kamera dan sang editor untuk membuat adegan ranjang mereka terlihat nyata tanpa harus membuat Arsen dan Nala harus telanjang bulat.

Suara-suara erotis yang Arsen dan Nala keluarkan dari celah ranum mereka pun semakin menambah kesan panas dari akting keduanya. Bahkan cara Arsen menggerakkan badan di atas pusat ereksi milik Nala pun membuat ranjang berdecit pelan.

Semua kru, sutradara hingga para manager artis yang ada di sana pun membisu menyaksikan salah satu adegan krusial itu. Namun, baik itu Arsen maupun Nala justru bisa melanjutkan setiap adegan tanpa sedikit pun rasa canggung hingga sutradara tiba-tiba mengeluarkan suara.

Cut!”

Nala dan Arsen sontak berhenti melancarkan aksi. Keduanya lalu menoleh ke arah sang sutradara dan menunggu instruksi apa lagi yang selanjutnya akan diterima.

Wrap!”

Tepat setelah Bang Ian selaku sutradara mengucapkan kata yang mengartikan bahwa semua adegan telah berhasil diambil, suara gemuruh dari kru series seketika menggema. Pun Arsen dan Nala yang refleks menghela napas lega sebelum bangkit dari ranjang dan memungut pakaian mereka yang telah berserakan.

Sembari memungut pakaiannya, Arsen diam-diam melirik Nala. Dan tanpa Arsen duga, Nala pun sempat mencuri-curi pandang ke arahnya sebelum lebih dulu menghampiri sang sutradara.

“Kalian berdua bener-bener gila! Luar biasa! Good job, Nala. Good job, Arsen. You guys did it!” puji sang sutradara sebelum beralih memeluk erat Arsen dan Nala.

“Makasih ya, Bang.”

“Makasih, Bang Ian.”

Bang Ian mengangguk sembari tersenyum haru. “Kalian mau liat take kalian yang tadi dulu gak?”

“Gue mau ganti baju dulu deh, Bang. Sekalian ke toilet.” sahut Nala, Bang Ian pun mengangguk.

“Ya udah, kalian berdua break aja dulu. Entar kita ngumpul lagi di depan buat liat adegan yang tadi, sekalian nobar trailer series kita.”

Arsen dan Nala pun mengangguk sebelum keluar dari kamar itu diikuti Endra dan Gandi. Mereka berjalan beriringan ke salah satu kamar lain yang ada di rumah. Di kamar itu pula lah para artis bisa melepas riasan dan berganti baju saat proses syuting telah selesai.

“Gue ke toilet ya,” ucap Nala ke Gandi yang telah menyodorkan baju ganti untuk artisnya itu.

“Gue ganti baju dulu,” Arsen pun ikut bersuara, namun Endra yang melihat sang artis hendak pergi ke arah toilet refleks memekik.

“Woy! Toilet di sana cuma satu,” Endra berdecak. “Kan ada Nala.”

Sayangnya, Arsen tidak peduli. Dia terus melanjutkan langkah hingga presensinya hilang dari pandangan Endra dan Gandi.

“Udah, biarin aja.” santai Gandi.

Sontak Endra menatap Gandi tak percaya. “Kalau mereka berdua berantem lagi gimana coba, Di?”

“Kagaaa, percaya sama gua.”

Gandi menepuk pundak Endra sambil menahan senyumnya, sedang Endra masih bingung.

Sementara itu, Arsen yang kini telah tiba di depan toilet lantas memegang gagang pintu. Saat dia mencoba memutar kenop, seringai seketika mengembang di bibir Arsen. Pasalnya, Nala sama sekali tidak mengunci pintu itu.

Alhasil, Arsen membuka pintu itu hingga pemandangan dimana si lawan main masih bertelanjang dada lantas terpampang. Nala berdiri di depan wastafel sambil menghadap ke arah Arsen yang masih ada di ambang pintu. Tak ada sedikit pun raut terkejut di wajah Nala, begitu pula Arsen.

“Lo gak pernah lupa ngunci pintu kalau ke toilet, Nal.” tutur Arsen.

“Lo juga nggak pernah lupa buat ngetuk pintu tiap kali lo pengen masuk ke toilet, Sen.” balas Nala.

Netra keduanya beradu. Saling menyelami satu sama lain hingga kian dalam. Bersamaan dengan itu, Arsen lantas menutup pintu. Dia pun tidak lupa menguncinya.

Arsen kemudian menghampiri Nala sambil melemparkan baju yang dia bawa ke arah wastafel. Dan bagai kecepatan cahaya, dia lantas beralih menarik pinggang Nala. Pun Nala yang kini dengan sigap mengalungkan lengannya pada tengkuk Arsen. Keduanya lalu saling melumat mesra, amat rakus hingga deru napas mereka terdengar nyaring dan bersahut-sahutan dengan decakan lidah.

Hanya dengan bertatapan mata usai take tadi, Arsen dan Nala tahu bahwa mereka diam-diam memiliki hasrat yang sama. Hal itu pun terbukti dengan Nala yang tidak mengunci pintu dan Arsen yang langsung masuk saja; seolah sudah paham bahwa Nala juga menginginkannya saat ini.

Ciuman keduanya terus berlanjut dan semakin intens. Terlebih kala Arsen mengangkat tubuh Nala ke atas wastafel hingga terduduk di sana. Nala mengangkang hingga tubuh Arsen kini berada tepat di antara kedua pahanya. Alhasil, Arsen pun lebih leluasa untuk menjelajahi ceruk leher Nala.

Kepala Nala mendongak pasrah ketika Arsen menjilati lehernya sebelum berpindah ke puting cokelatnya. Arsen mengulum, menghisap kuat dan sesekali menggigit titik sensitif Nala itu hingga empunya berdesah lirih.

Pikiran Nala mendadak kosong. Tekadnya untuk menghindari hal-hal yang bisa membuatnya dan Arsen kembali terikat dalam sebuah rasa sakral seolah telah lenyap. Nala kehilangan kendali.

Beruntung, suara ketukan pada pintu toilet menyadarkan Nala. Terlebih, saat suara Gandi dari luar sana mulai memanggilnya.

“Nal! Sen! Berantemnya bisa dilanjutin pas pulang aja gak? Sutradara udah nungguin lo berdua soalnya, katanya mau nonton trailer bareng.” teriak Gandi, “Gue tunggu di depan!”

Shit!” gumam Arsen.

Nala menghela napas, “Minggir.”

Arsen yang paham bahwa Nala ingin turun dari wastafel tidak mengindahkan titah sang lawan main. Arsen justru dengan sigap mengangkat tubuh Nala sesaat sebelum menurunkannya hingga kedua kaki mantan pacarnya itu berhasil mendarat di atas lantai.

“Yang tadi… Lo jangan nganggap itu serius, Sen.” tutur Nala. “Gue kebawa suasana. Gue… Tiba-tiba inget sama sentuhan suami gue.”

Mulut Arsen setengah terbuka, namun dia justru tidak mampu berkata-kata. Sementara Nala sendiri dengan sigap meraih bajunya di wastafel sebelum buru-buru keluar dari toilet itu.