Gala lantas geleng-geleng kepala ngeliat chat terakhir dari Nino. Setelahnya, dia kemudian mengalihkan pandangan ke arah pintu kamar mandi yang baru aja dibuka. Dimana Evan keluar; hanya dengan sehelai handuk melingkari pinggangnya.

“Kamu gak mandi, dek?” tanya Evan sembari berjalan ke arah lemari pakaiannya.

“Mandi kok, Mas.” jawab Gala.

“Kamu serius banget liat hp. Lagi chat-an sama siapa?”

“Aku balesin chat Nino tadi. Abis liat-liat notif juga, banyak yang ngetag kita. Ngasih ucapan selamat.”

Evan ngangguk, “Kamu balesin ucapannya besok aja.”

“Ke kamar mandi gih. Mas udah nyiapin air anget,” katanya, “Apa mau liat Mas ganti baju dulu?”

“Ish, Mas Evan.”

Gala mendelik sebelum bangkit dari ranjang. Dia pun berlalu ke kamar mandi. Melewati Evan yang sangat menikmati pemandangan dimana wajah Gala memerah karena tersipu malu.

***

Selepas membersihkan tubuhnya, Gala pun keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrobe. Dilihatnya sang suami sedang duduk pada tempat tidur sembari bersandar di kepala ranjang membuat Gala tersenyum sejenak sebelum melangkah ke arah meja rias.

“Mas udah pake skincare?”

Beberapa detik berlalu, tapi gak ada jawaban dari Evan. Bikin Gala ngelirik suaminya itu dari cermin sampai dia bisa ngeliat kalo Evan lagi berjalan ke arahnya sambil membawa pakaian untuknya.

Evan lalu meletakkan baju kaos putih dan celana panjang di atas meja rias. Setelahnya dia lantas membungkuk dan memeluk pujaan hatinya dari belakang. Pun menjadikan pundak Gala sebagai tumpuan dagunya.

“Dek.”

“Mm?”

Evan ngecup pundak Gala sesaat sebelum kembali mengendus spot yang sama.

“Abis ini ikut Mas ya?”

“Ke mana?”

Gala menoleh. Menatap sang suami yang juga telah ikut memandanginya. Tapi Evan justru hanya senyum sebelum kembali menenggelamkan wajah di pundaknya.

Gala yang baru kali ini melihat tingkah demikian dari sang suami pun tertawa ringan. Ia lalu melanjutkan agenda skincare-annya dan kembali bertanya ke Evan.

“Emang mau ke mana sih malam-malam gini, Mas?”

Lagi-lagi Evan gak menjawab. Suaminya itu masih aja senyam-senyum bahkan tersipu malu sebelum ngecup lembut pipi kanannya.

“Tapi kamu mau ya ikut Mas abis ini?” Evan balik nanya.

“Iya, tapi ke mana?”

Evan kembali senyum; mesem-mesem sambil nenggelamin wajahnya di pundak Gala—lagi. Bikin yang lebih muda makin heran.

“Ya udah, lepasin dulu. Aku mau ganti baju.”

“Mm,” Evan bergumam lalu kembali berdiri tegak.

“Padahal pagi tadi aku bawa baju dari rumah loh, Mas.”

“Gak apa-apa, kamu pake baju Mas aja dulu.”

Gala mengangguk. Dia kemudian meraih baju kaos dan celana yang diberikan Evan tadi sebelum berjalan ke sisi lain kamar—dimana tasnya berada. Sebab ia ingin mengambil pakaian dalam.

Sementara itu, Evan lantas duduk pada kursi meja rias. Gak sekalipun noleh ke arah Gala yang lagi berganti baju.

Sampai saat pujaan hatinya itu akhirnya udah selesai dan kembali nyamperin dia, Evan pun bangkit dari posisinya. Berdiri saling berhadapan dengan Gala yang menyisir pelan helaian rambut hitamnya dengan tangan.

“Udah siap, dek?”

“Udah, Mas.”

Evan mengangguk. Sementara Gala cuma nautin alis heran pas suaminya itu berjalan ke arah sofa dalam kamar. Dan ketika Evan kembali nyamperin dia sambil bawa tas tenteng yang entah dipersiapkan Evan sejak kapan, Gala lantas ngelipat lengan sambil senyum tipis.

Menyadari tatapan meledek Gala bikin Evan kembali senyum sampai tersipu. Refleksnya pun nuntun dia buat ngecup sekilas bibir tipis lelaki yang lebih muda.

“Ayo, dek.”

“Ke mana?” tanya Gala usil.

Hal itu lantas bikin wajah Evan makin memerah. Sang suami pun kembali meluk tubuhnya; kali ini dari depan.

Gala tertawa ringan. Dia suka ngeliat tingkah gak biasa dari Evan kali ini. Tingkah yang sebelumnya gak pernah dia ekspektasikan dari suaminya.

“Kamu kenapa lucu banget sih, Mas? Gemes tau gak?”

“Kamu lebih gemes, dek.”

Evan lalu melepas dekapannya dan beralih natap wajah Gala, “Kita berangkat sekarang ya?”

Gala ngangguk, “Tapi orang rumah udah pada bobo gak sih, Mas? Gimana pamitnya?”

“Tadi Mas udah bilang ke Mami, Papi sama Bunda kok.”

“Terus kenapa baru bilang ke aku sekarang?”

Evan cengengesan, “Kan biar jadi surprise gitu, dek.”

“Dasar.”

***

Mulut Gala refleks menganga ketika Evan membuka pintu kamar hotel di hadapan mereka. Pasalnya, nuansa yang menyambut keduanya di dalam ruangan itu lantas terasa begitu romantis.

Cahaya lampu berwarna kuning dipadukan dengan warna merah balon gas berbentuk hati yang melayang hingga menyentuh langit-langit menjadi perpaduan yang pas.

Ditambah lagi kelopak bunga mawar merah di atas ranjang yang dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai simbol hati dan dikelilingi lilin menjadi pemanis kamar.

Gala pun semakin tersenyum diselingi rasa haru kala mendapati begitu banyak polaroid yang tergantung pada tali balon gas yang melayang. Sebab di sana terdapat fotonya bersama Evan yang ditangkap pada berbagai macam momen.

“Kamu suka gak, dek?”

Gala tersenyum simpul saat merasakan kedua lengan kekar Evan memeluk pinggangnya dari belakang. Tapi sesaat setelahnya dia seketika berbalik. Gala beralih mengalungkan lengan pada tengkuk suaminya.

“Suka, Mas. Suka banget.”

“Temen aku general manager di hotel ini,” kata Evan, “Dia ngasih kita free check-in, katanya hadiah pernikahan. Bisa request juga mau didekorasi kayak gimana. Jadi ya udah, Mas minta kek gini.”

Evan terkekeh, “Suami kamu gak tau diuntung banget ya?”

Gala senyum, “Tapi kalo aja Mas Evan orangnya nyebelin, mungkin temen Mas Evan ogah nurutin permintaan itu.”

Evan tertawa ringan. Setelahnya, dia kemudian mengecup kening Gala.

“Mas seneng kalo kamu suka.”

Gala tidak bersuara, namun dia seketika menarik tengkuk Evan. Mempertemukan bibir mereka hingga berpadu dalam pagutan mesra.

Hingga persekian detik berikutnya, Gala dibuat tersentak kala Evan mengangkat tubuhnya. Membawanya duduk di atas meja dalam kamar tanpa melepaskan ciuman mereka.

Lenguhan pelan Gala di tengah-tengah lumatan Evan pun menjadi perantara keheningan malam di dalam kamar pengantin baru itu. Pasalnya, ia tiba-tiba merasa sedikit kewalahan untuk mengimbangi ciuman penuh gairah dari suaminya.

Gala lantas tidak bisa menampik jika sang suami adalah seorang good kisser. Tiap kali Evan menciuminya, dia selalu merasa dibawa terbang bersama bintang.

Cukup lama saling melumat hingga bermain lidah, Evan kemudian mengakhirinya. Memberi kesempatan kepada Gala untuk segera meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Kedua anak manusia itu terdiam sejenak. Hanya suara deru napas masing-masing yang terdengar. Sementara mata mereka saling berbagi tatapan mesra dan semburat merah jambu menghiasi pipi.

“Kamu mau foto-foto kamarnya dulu gak dek?” Evan membuka suara.

“Mau, Mas.”

“Ya udah, fotoin gih. Entar sekalian Mas fotoin kamu juga,” katanya, “Biar abis ini Mas beresin bunga di ranjang, supaya kita bisa istirahat.”

Evan kemudian membelai lembut pipi yang lebih muda.

“Wajah kamu udah keliatan capek banget, dek.”

Gala tersenyum lalu mengangguk. Ya, Evan memang selalu menjadi orang yang paling peka dan mengerti akan dirinya. Tanpa ia harus berkata, Evan sudah lebih dahulu memahaminya.

“Mas, turunin aku.”

Gala sedikit merengek sambil merentangkan tangan ke suaminya. Sedangkan Evan yang melihat tingkah manjanya refleks tertawa.

“Sini, sayang.” ucap Evan sebelum menggendong Gala lalu menurunkannya dari meja.