“Karena pertemuan berikutnya udah jadi pertemuan tatap muka terakhir untuk mata kuliah Event Organizer...”

“Ibu pengen kalian nunjuk dua orang yang bisa jadi panitia inti dan nantinya akan digabung sama dua orang lain dari kelas sebelah.”

“Jadi Minggu depan dua kelas EO udah ngumpul di hari yang sama buat bermusyawarah dan nunjuk ketua, wakil, sekertaris juga bendahara.”

“Sedangkan perangkat kepanitian di bawahnya akan ditentukan sendiri sama panitia inti.”

Seisi kelas seketika gaduh setelah dengerin penjelasan dari dosen wanita itu. Masing-masing mahasiswa sibuk noleh, seolah nyari orang yang tepat buat ditunjuk.

“Dikta, Bu!”

“Iya, Dikta!”

“Dikta! Dikta!”

Dipta yang sedari tadi nahan diri buat gak noleh sama sekali ke arah Dikta selama kelas berlangsung justru refleks ngelirik si doi. Pasalnya Dikta tiba-tiba meringis sambil ngacak-ngacak rambutnya frustasi.

Ganteng banget, sialan. Batin Dipta sebelum kembali natap dosen di depan kelas.

“Oke, kita tulis nama Dikta dulu ya.” kata dosen wanita itu sambil nulis nama Dikta di white board.

“Siapa lagi nih selain Dikta?”

“Dipta, Bu!”

“Diptaaaa!”

“Dipta aja, Bu! Dipta!”

“Dipta, Bu! Udah pas banget mereka berdua!” Tama ikutan nyahut.

“Anjing,” Dipta cuma bisa ngegumam sebelum ngehela napas kasar.

“Oke, Dipta ya.”

Si dosen tiba-tiba terkekeh, “Lucu juga ya, Dikta sama Dipta. Kayak anak kembar namanya.”

“Kita lucu katanya, Dip.” bisik Dikta, tapi lagi-lagi Dipta cuma nge-respon dengan senyum simpulnya.

“Ada lagi yang mau nyaranin seseorang, atau mengajukan diri?” tanya dosen.

“Gak ada, Bu. Dikta sama Dipta aja, mereka juga udah pengalaman jadi perangkat inti di organisasi club PR sama Broadcast.”

“Parah lo, Tam.”

Dipta decakin lidah. Mana teman-teman yang lain juga langsung nge-iyain aja.

“Jadi gimana, Dikta sama Dipta. Siap kan?” tanya dosen wanita itu.

“Siap, Bu.”

Dipta langsung natap Dikta heran. Perasaan tadi dia ngeliat Dikta keliatan frustasi karena ditunjuk, pikirnya. Tapi sekarang justru semangat banget nge-jawab pertanyaan dosen.

“Kalau Dipta?”

“Ng...” Dipta mikir sejenak, “Iya. Siap, Bu.”

“Oke, kalau gitu sampai jumpa di pertemuan berikutnya ya.”

Setelah dosen nutup pertemuan hari itu dan keluar dari kelas, Dipta pun langsung ngambil tasnya. Berdiri, dan udah siap-siap buat ninggalin ruangan itu.

“Lo ada kelas abis ini, Dip?” tanya Dikta yang juga ikut berdiri dan jalan samping Dipta.

“Ga ada, Ta.”

“Terus lo mau ke mana?”

“Mau pulang,” Dipta maksain senyum, “Gue duluan, Ta.”

“Eh, Dip! Lo udah mau balik?” tanya Tama heran.

“Iya, dosen matkul entar siang kan gak masuk,” kata Dipta, “Gue cabut ya, Tam.”

“Dih, buru-buru amat lo.”

Dipta cuma nge-lambaiin tangan sebelum bergegas ninggalin kelas.