Kamu
Seperti yang telah Arsen dan Nala sepakati semalam, kini keduanya bertemu di rumah lama Nala. Pun Gandi dan Endra yang sekarang justru memilih untuk bermain dengan Gavi di ruang keluarga. Sementara itu, Arsen dan Nala melenggang ke dapur guna mengambil camilan.
“Kamu masih ada es krim gak?”
Arsen yang baru saja mengambil air mineral dari dalam kulkas dan hendak menenggaknya seketika terbatuk. Pasalnya, Nala tiba-tiba menggunakan sapaan ‘aku-kamu’ tanpa aba-aba. Nala yang melihat Arsen terbatuk pun dengan sigap menghampiri si calon suami. Dia menepuk-nepuk pelan punggung Arsen dengan raut khawatirnya.
“Pelan-pelan dong, Sen.”
“Apa? Tadi pertanyaannya apa?”
Nala menghela napas, “Tadi gue bilang, lo masih ada es krim ga?”
“Tadi gak gitu,” Arsen memelas.
Nala menahan senyumnya lalu menggeser tubuh Arsen agar tidak menghalangi kulkas. Dia kemudian mencari es krim yang ditanyakan nya, namun belum sempat Nala melihat ke freezer, lengan Arsen tiba-tiba memeluk erat pinggangnya dari belakang.
“Kamu pas nyiapin pernikahan sama Tristan dulu butuh waktu berapa lama?” tanya Arsen yang membuat Nala tersenyum tipis.
Saat Arsen melamarnya semalem dengan sapaan ‘aku-kamu’ Nala lantas merasa Dejavu ke masa saat mereka masih berpacaran dulu. Nala tidak bisa berbohong jika dadanya pun bergemuruh.
“Gak lama sih, empat atau lima bulan gitu.” kata Nala. “Apalagi waktu itu aku ngikut kemauan dia sama Mama mau gimana.”
Arsen bergumam paham lalu mengistirahatkan dagunya di atas pundak Nala. “Kata Gandi, persiapan pernikahan idealnya emang lima atau enam bulan.”
“Lama juga yaa,” kekeh Arsen.
Nala mendengus lalu mendongak ke Arsen yang masih memeluk pinggangnya. “Udah gak sabar?”
“Mm, aku udah gak sabar mau lihat wajah kamu tiap pagi pas aku bangun. Aku juga udah gak sabar pengen dipanggil Ayah sama Gavi.” Arsen tersenyum.
“Kamu pengen dipanggil Ayah juga?” tanya Nala yang dibalas anggukan mantap oleh Arsen.
“Nanti Gavi punya Ayah Arsen sama Ayah Tristan,” kata Arsen. “Gimana menurut kamu, Nal?”
“Aku gak masalah, kan itu pilihan kamu pengennya dipanggil apa.”
Nala kemudian melepas pelukan Arsen di pinggangnya, “Udah, kita musti ngambil cemilan terus balik lagi ke ruang keluarga. Gavi sama yang lain udah nungguin.”
Tapi, bukannya mengindahkan si calon suami, Arsen justru tiba-tiba membalikkan badan Nala hingga kini mereka berhadapan.
“Aku pengen makan cemilan aku dulu,” kata Arsen lalu mendorong pelan Nala hingga punggungnya bertemu dengan pintu kulkas yang Arsen tutup sebelumya.
Arsen menciumi bibir ranum Nala dengan gerakan lembut sambil memejamkan mata. Pun Nala yang melakukan hal serupa sambil mengalungkan lengan di tengkuk calon suaminya. Kedua anak manusia itu saling berbagi rasa manis yang melebihi gula sambil sesekali memberi gigitan.
“Mmhh… Udah,” bisik Nala lalu mendorong pelan dada Arsen. “Takut Gavi tiba-tiba datang terus ngelihat kita kayak gini.”
Arsen terkekeh. “Ya udah, aku ambil cemilannya dulu. Kamu ambil es krim sama minum gih.”
“Oke.”