Izin
Selepas acara resepsi pernikahan Gandi, kini Arsen dan Nala juga Gavi yang ikut bersama mereka lantas bersiap-siap ’tuk pulang. Ketiganya kemudian masuk ke dalam mobil dimana Gavi lebih memilih untuk duduk sendiri di jok belakang, sedang sang Papa dan Arsen berada di jok depan.
Saat dalam perjalanan pulang menuju apartemen Nala, Gavi asik berceloteh bagaimana dia begitu senang karena bisa ikut menyaksikan pernikahan Gandi. Arsen dan Nala pun menanggapi dengan pertanyaan hingga tawa karena celotehan polos si kecil.
Sampai saat Gavi sudah mulai berhenti berceloteh dan lebih fokus memandangi jalan raya, Arsen seketika melirik Nala. Dia kemudian berdeham pelan lalu menatap Gavi dari spion tengah.
“Gavi, Om boleh nanya gak?”
“Nanya apa, Om Arsen?”
“Gavi udah tau kan kalau Papa sama Ayahnya Gavi gak bisa se-rumah lagi?” tanya Arsen pelan.
Gavi mengangguk kecil. “Iya, Om Arsen. Tapi Gavi masih bisa kok ketemu Ayah. Iya kan, Papaaa?”
“Iya, Sayang.” sahut Nala diikuti senyum tipis sebelum dia melirik Arsen yang nampak kian gugup.
“Karena Ayahnya Gavi udah gak bisa serumah lagi sama Papa dan Gavi, berarti Papanya Gavi bakal jagain Gavi sendiri.” jelas Arsen.
“Terus nanti siapa yang jagain Papa dong?” tanya Arsen lagi.
“Ada Oma kok, Om Arsen. Waktu Ayah pergi, Gavi selalu dijagain sama Oma juga,” balas si kecil.
“Mm,” gumam Arsen. “Tapi kan Omanya Gavi udah tua. Udah harus banyak-banyak istirahat. Enggak bisa lagi terlalu banyak gerak karena gampang capek.”
“Jadi kalau misalnya Om Arsen mau jadi Ayah keduanya Gavi, buat jagain Papa, Gavi, sama Oma. Gavi seneng gak kira-kira?”
Gavi terdiam, begitu pun dengan Arsen dan Nala yang kian gugup.
“Kenapa Om Arsen mau jadi Ayah Gavi? Kan Om Arsen Om Gavi.”
“Karena Om Arsen sayang Gavi sama Papa. Om Arsen juga mau jagain Gavi sama Papa karena Ayahnya Gavi udah nggak bisa selalu datang ke rumah Gavi.”
“Kalau Om Arsen udah nikah sama Papa, Om bisa bawa Gavi ke ruma lama Papa terus kita tinggal bareng. Om juga jadi bisa jagain Gavi sama Papa di sana.”
Gavi terlihat berpikir sejenak sebelum bertanya dengan lirih.
“Om mau nikah sama Papa?”
“Iya, tapi kalau Gavi gak ngizinin Om gak bakal nikahin Papa kok.” jawab Arsen. “Makanya Om tanya Gavi dulu. Supaya Gavi tau kalau Om mau nikahin Papanya juga karena Om sayang dan pengen jagain Gavi sama Papa, ganteng.”
Gavi kembali terdiam, membuat Nala menoleh dan menatap ke arah si putra semata wayangnya lamat. Nala kemudian bertanya.
“Gimana, Sayang? Gavi ngizinin Papa sama Om Arsen nikah gak?”
Gavi menatap Arsen dan Nala bergantian lalu menggeleng pelan. Setelahnya, Gavi tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia lantas memalingkan wajah ke arah jendela dengan raut sedu.
Arsen yang melihat hal itu pun seketika merasa bersalah. Tidak ingin melihat wajah murung Gavi terlalu lama, dia lantas bersuara.
“Gak apa-apa, Sayang. Om sama Papa gak maksa Gavi kok.” kata Arsen. “Gavi gak usah sedih ya?”
“Gavi mau makan es krim gak?” tawar Arsen, Gavi menggeleng.
Respon Gavi jelas membuat hati Arsen patah. Namun, Nala yang tidak ingin Arsen menyalahkan dirinya sendiri pun diam-diam meraih tangan mantan pacarnya itu. Nala menggenggam jemari Arsen sebelum menyunggingkan senyum ketika Arsen meliriknya.
Paham jika Nala sedang berusaha menenangkan dan menguatkan dirinya, Arsen ikut tersenyum lembut diikuti anggukan kecil.
“Thanks,” bisik Arsen.