Hug And Kisses

Setelah tadi minta izin ke Mama Papa Dipta kalau anak semata wayang mereka bakal nginap di kosannya, kini Dikta sama Dipta akhirnya sampai di tempat yang mereka tuju. Dikta pun nuntun pacarnya itu buat naik ke kamar kosannya di lantai dua sebelum akhirnya masuk ke dalam sana.

Senyum terlukis di bibir Dikta pas dia ngelihat Dipta langsung jatuhin badannya di atas tempat tidur dengan posisi terlentang. Nampak kalau pacarnya itu lagi capek banget sepulang kerja.

Karena sebelumnya mereka juga udah makan malam bareng pas di rumah Dipta, sekarang Dikta dan Dipta gak ada kegiatan lain di kos-an. Alhasil, Dikta pun ikut rebahin tubuhnya di samping kiri Dipta; posisi Dikta menyamping, tangannya menopang kepalanya.

“Capek banget ya hari ini?”

Dipta merenggut lucu sebelum mendekatkan tubuhnya ke sang pacar. Dia ikut berbaring dengan posisi menyamping kayak Dikta sebelum akhirnya meluk si pacar.

“Iya,” gumam Dipta pelan sambil ngedusel di dada Dikta. “Capek juga ya nyari duit, Ta. Mana pas dikeluarin cepet banget abisnya.”

Dikta senyum sambil dengerin ocehan Dipta. Satu tangan Dikta kemudian beralih ngusap lembut belakang kepala sebelum turun ke punggung sempit Diptanya.

“Jadi dewasa berat banget sih,” dia ngelanjutin keluh kesahnya lalu mendongak ke wajah Dikta.

“Ta, kamu pernah mikir gak sih pengen punya kekuatan super supaya kamu bisa balik lagi ke masa kecil kamu?” tanya Dipta.

Dikta menggeleng, “Gak pernah dan emang gak mau juga sih, Dip. Soalnya pas aku kecil, kita belum ketemu. Masa kecil aku suram.”

Bibir Dipta sontak melengkung ke bawah. Dia nyaris lupa kalau Dikta pernah ada masalah dalam hubungan dengan orang tua juga Janitra, kakaknya, sebelumnya.

“Aku bikin kamu sedih ya, Ta?”

“Gak kok, Sayang.” Dikta nyubit pelan hidung Dipta sebelum dia ngecup lembut kening pacarnya itu. “Aku mana pernah sedih sih kalau lagi bareng kamu kek gini.”

“Gombal.”

“Serius, Dip.”

Dipta senyum, begitupun Dikta yang lantas ngecup bibir ranum pacarnya itu. Setiap kali Dipta senyum, Dikta seolah ngelihat surga yang pengen dia tinggali. Energi positif dalam diri Dipta pun selalu tersalurkan padanya.

Sementara itu, Dipta yang gak puas dengan kecupan singkat Dikta pun mengambil alih. Kali ini, dia yang ngecup bibir Dikta, gak cuma sekali, tapi berkali-kali yang kemudian bikin bikin sang pacar terkekeh geli karenanya.

“Katanya cuma pengen pelukan,” ledek Dikta, Dipta pun manyun.

“Aku juga pengen ciuman,” balas Dipta lalu ngecup lembut bibir Dikta lagi. “Aku suka cium-cium.”

Dipta ngelanjutin agenda ngecup bibir Dikta. Suara kecupan bibir yang bertubi-tubi pun seketika menggema dalam kamar kos itu.

Sampai saat Dipta ngasih jeda dengan berhenti ngecup bibir Dikta buat ngeliat wajah pacar gantengnya itu, dia terkekeh. Dikta masih nutup dua matanya sambil senyum diikuti kekehan.

Gak lama setelahnya, Dikta pun kembali buka mata dan langsung bertemu tatap sama Dipta. Dikta kemudian ngecup lembut kedua kelopak mata Dipta lalu berbisik.

“Ayo ciuman yang bener, Dip...” katanya yang bikin Dipta lemas.

Dalam waktu beberapa detik saja, Dikta pun berhasil ngubah posisi dia sama Dipta. Kini Dikta berada di atas tubuh Dipta. Dua lengan Dipta dia cengkeram masing-masing di samping kepala Dipta.

Gak ada penolakan dari Dipta pas Dikta miringin kepalanya sebelum akhirnya melumat lembut bibir bawah Dipta. Gak mau kalah, Dipta pun ngebalas lumatan Dikta dengan ngehisap pelan bibir atas pacarnya itu.

“Bibir kamu kok makin manis aja sih, Dip?” bisik Dikta di sela-sela ciumannya. “Aku bakalan kena diabetes gak ya, kalau nyiumin bibir kamu sampai ribuan kali?”

Kedua anak manusia itu sama-sama terkekeh. Suara kecipak saliva pun kembali terdengar setelahnya. Gak sesekali pula Dikta menjilati sudut bibir si pujaan hati yang basah karena rembesan air liur yang entah milik siapa karena ciuman itu.

“Gak usah khawatir,” jawab Dipta. “Bibir aku satu-satunya makanan manis kesukaan kamu yang gak bakal bikin kamu kena diabetes walaupun dicium berkali-kali...”

“Mau dicium sampai jutaan kali juga gak apa-apa,” kekeh Dipta.

“Yakin?”

“Mhm,” Dipta senyum.

Dikta langsung berhenti nyium bibir Dipta buat natap wajah pacarnya itu dengan raut wajah serius. “Kalau gitu, ayo ciuman sampai besok. Mumpung libur.”

Dipta ketawa. “Iya, kalau bibir kita gak bengkak kayak abis digigit sama serangga, Taa.”

“Gak lah, kan yang gigit aku.”

“Ish, udah dulu ah. Aku haus.”

Dikta melotot sejenak sebelum tertawa kecil. “Tiba-tiba banget deh kehausan pas abis ciuman?”

“Ya kan air liur aku udah habis diminum sama kamu, Diktaaa.”

Dikta terkekeh, “Ya udah, minum dulu gih. Aku juga mau nyalain TV, biar kita bisa nonton Netflix.”

“Sambil ciuman?” ledek Dipta, sedang Dikta mengangguk lalu tersenyum tipis diikuti kekehan.

Dan benar aja, meskipun Dikta dan Dipta cuma ngejadiin hal itu sebagai candaan, tapi setelah Dipta minum dan TV yang ada di dalam kamar Dikta nyala, kedua anak manusia itu lantas kembali berbagi peluk dan cium mesra.

Mereka seolah menuntaskan rindu melalui peluk dan cium. Terlebih, kini Dikta dan Dipta hanya bisa menghabiskan satu hari penuh bersama ketika Dipta memiliki waktu libur pada hari-hari weekend saja. Meski Dikta masih sempat curi-curi waktu ngunjungin dia ke restoran dan rumahnya, tapi rasanya gak akan sama kayak pas berduaan sehari semalaman seperti sekarang.