HARI INI Jaehyun menyempatkan diri untuk datang ke kampus. Meski sebenarnya ia sangat malas untuk menginjakkan kaki di tempatnya menimba ilmu selama kurang lebih empat tahun itu.
Maklum, penyakit mahasiswa tingkat akhir. Bawaannya males melulu. Kalau enggak menunda-nunda waktu, ya gini. Lihat wajah dosen pembimbing skripsi aja seakan enggak mampu.
Begitu lah kira-kira perasaan Jaehyun saat ini. Tapi seenggaknya dia bukan mahasiswa kurang kerjaan yang hobinya goleran.
Jaehyun itu sibuk. Sangat sibuk.
Bekerja sebagai barista di cafe milik tetangga sekaligus temannya sejak masih kanak-kanak; Johnny membuatnya kadang sulit membagi waktu. Tapi ia juga tidak ingin menyerah untuk meraih mimpinya. Ia ingin membuat Bunda merasa bangga jika anak sulungnya mendapat gelar sarjana.
Dan kembali lagi, Alasan Jaehyun bekerja keras hingga rela banting tulang sambil kuliah selama ini adalah Bunda.
Sepeninggal Ayah karena penyakit kanker yang dideritanya, Jaehyun seketika merasa memiliki tanggung jawab untuk membiayai dirinya sendiri. Meski Bunda kerap kali melarang dan menyuruhnya untuk tetap fokus pada studi, tapi Jaehyun jelas tidak tega.
Bunda hanya bekerja sebagai Manager Operasional bank yang memiliki dua anak. Ia dan Haechan pun sama-sama telah berkuliah, yang mana artinya kebutuhan serta pengeluaran mereka juga semakin banyak.
Jaehyun sangat tidak ingin melihat Bunda bekerja terlalu keras hingga berujung sakit nantinya.
Sesampainya di depan lift lobi fakultas, Jaehyun seketika menghela napas. Orang-orang yang mengantri untuk masuk sangat banyak. Sudah pasti di dalam nanti ia akan merasa sesak.
Tapi apa boleh buat. Jaehyun harus menemui dosen pembimbing barunya hari ini. Meski ia bahkan belum mengetik proposal sama sekali, tapi Jaehyun merasa bahwa ia perlu mengenal dan menanyakan kontak dosen pembimbing barunya nanti.
Saat memasuki lift, apa yang Jaehyun duga sebelumnya benar-benar terjadi. Ia terhimpit diantara mahasiswa lain yang mungkin adalah juniornya sendiri. Sebab ia nyaris mengenali hampir setiap wajah teman angkatannya. Namun tidak dengan juniornya.
Hanya wajah Haechan dan Mark lah yang akrab baginya. Itu pun karena mereka berada di komplek bahkan RT yang sama.
Sembari menunggu pintu lift terbuka, Jaehyun mengedarkan pandangannya sejenak. Namun ia hampir saja berteriak kala kedua iris kecokelatan nya bertemu pandang dengan seseorang. Pasalnya sosok lelaki manis bermata besar itu menatapnya dengan ekspresi yang bisa dibilang kurang mengenakkan. Seolah Jaehyun baru saja melakukan hal yang tidak semestinya ia lakukan.
Beruntung dentingan pintu lift seketika menggema. Membuat Jaehyun buru-buru berdeham lalu beranjak dari tempatnya.
Namun, baru beberapa langkah sejak ia keluar dari lift, langkah Jaehyun lantas terhenti ketika merasakan lengannya dijegal oleh seseorang. Saat menolehkan kepala, pundaknya refleks terangkat kala mendapati bahwa orang itu adalah sosok lelaki bermata besar yang memandanginya dengan raut tak suka di dalam lift tadi.
“Kamu kenal saya?” Jaehyun menoleh ke sekitarnya sejenak, “Ada apa ya?”
“Saya enggak kenal kamu, tapi saya harus ngomong sebentar dengan kamu.”
“Ngomong apa ya?” Jaehyun melirik arloji pada pergelangan tangannya, “Saya lagi buru-buru sih. Tapi kalau emang penting, silahkan. Ngomong aja.”
“Jelas ini sangat penting. Bukan cuma buat saya, tapi juga buat kamu.”
Jaehyun seketika merasa semakin bingung. Lelaki dihadapannya seakan membawa ia masuk ke dalam sebuah labirin. Membuatnya tersesat dan merasa pusing.
“Bisa lebih jelas enggak ngomongnya? Saya enggak paham.” kata Jaehyun heran.
“Kamu enggak paham?” lelaki dihadapan Jaehyun tertawa hambar, “Di dalam lift tadi kamu melecehkan saya.”
“HAH?!”
Andai Jaehyun bisa melompat dari lantai delapan hingga tubuhnya mendarat di lobi dan tidak berakhir merenggang nyawa atau dibawa ke rumah sakit, ia ingin melakukannya saat ini.
“Maaf, tapi di lift tadi saya cuma berdiri di belakang kamu. Kok saya dibilang melecehkan?” sela Jaehyun.
“Iya, kamu berdiri di belakang saya tapi kamu juga menyentuh bokong saya.”
Jaehyun melebarkan mulutnya. Ia kehabisan kata.
Bagaimana bisa ia dituding menyentuh bokong orang lain?
“Saya masih berbaik hati karena enggak bikin kamu malu di dalam lift tadi.” ucap lelaki bermata besar itu, “Jadi tolong, jangan pernah ngulangin perbuatan kamu lagi. Apalagi ke orang lain.”
“Kamu salah paham. Saya enggak nyentuh kamu sedikitpun.”
“Saya enggak butuh pembelaan kamu. Saya cuma mau kamu menyadari kesalahan kamu. Perbuatan kamu tadi benar-benar enggak baik. Kamu bisa dilaporkan ke polisi atas tuduhan pelecehan.”
Jaehyun semakin menganga. Tak percaya dengan apa yang baru saja dengarkan.
“Saya juga bisa lapor polisi loh atas dugaan pencemaran nama baik. Kamu menuduh saya tanpa bukti. Kamu jelas-jelas fitnah saya,” Jaehyun membela diri.
“Saya enggak mau memperpanjang masalah dan bikin kamu berada di posisi sulit. Jadi tolong, sadari kesalahan kamu.” balas lelaki dihadapan Jaehyun sebelum melenggang pergi. Meninggalkan si pemilik lesung pipit yang hanya mampu mengacak rambut frustasi.