Ciuman

“Oke, sekarang scene di meja Binar ya.” ucap sang sutradara kepada Arsen dan Nala yang kini telah bersiap-siap untuk kembali beradu akting di depan kamera.

Kedua aktor itu kemudian mulai mengatur posisinya. Arsen dan Nala berdiri saling berhadapan sambil bertatapan di depan meja yang ada di set ruang kerja Binar; tokoh yang diperankan Arsen.

Camera, rolling, action!

“Ini laporan yang kamu minta kemarin,” ucap Nala sembari menyodorkan map ke Arsen.

Tanpa melepas tatapannya dari Nala, Arsen lalu meraih map itu. Setelahnya, dia meletakkan map yang diberikan Nala di atas meja.

“Maju sedikit,” titah Arsen.

Nala mengernyit, namun pada akhirnya dia tetap menuruti titah Arsen yang kini berperan sebagai Binar, pacar dari tokoh Bintang.

“Gini?” tanya Nala setelah dia telah berdiri dengan jarak yang semakin minim dengan Arsen. Ujung sepatu keduanya nyaris bersentuhan di bawah sana.

Dalam hitungan detik saja, Arsen lantas memeluk erat pinggang Nala dengan satu lengannya. Sementara itu, satu tangannya yang lain menahan pipi Nala.

Arsen kemudian memiringkan kepalanya guna mencium Nala, seperti yang telah tertuang di dalam script. Namun, di script itu pula tertulis kalau Nala harus menahan pergerakan Arsen lebih dulu. Alhasil, kini Nala menutup mulut Arsen dengan satu tangan.

“Nar, entar ada yang ngeliat kita.”

“Gak ada,” bisik Arsen sebelum buru-buru melanjutkan aksinya.

Saat itu pula Nala memejamkan matanya dan menerima ciuman Arsen. Keduanya lantas berbagi pagutan lembut yang kemudian berangsur menjadi lebih cepat.

Sutradara maupun penulis script sama sekali tidak memberitahu atau mengarahkan Arsen juga Nala tentang adegan ciuman itu. Mereka membebaskan Arsen dan Nala untuk mengekspresikan diri mereka sendiri dalam perannya.

Alhasil, melihat bagaimana Arsen dan Nala berciuman amat intens tanpa ada gelagat kaku membuat semua kru yang menyaksikannya diam-diam berdecak kagum akan kualitas akting hingga chemistry Arsen dan Nala. Hanya Gandi lah satu-satunya yang tau jika kedua sahabatnya itu sudah tidak asing lagi berciuman seperti sekarang.

Cukup lama berciuman dengan posisi berdiri, Arsen pun ambil inisiatif untuk menggendong si lawan main. Arsen mengangkat tubuh Nala lalu meletakkannya di atas meja tanpa melepas tautan bibir mereka. Nala yang tadinya refleks memeluk tengkuk Arsen pun kian memperdalam ciuman mereka hingga suara decak lidah menggema bersama deru napas.

Tanpa sadar, keduanya seolah dibawa kembali ke ingatan kala mereka masih bersama dahulu. Arsen sendiri merasa cara Nala membalas lumatannya itu masih sama, pun Nala yang menyadari bahwa cara Arsen menciuminya tidak berubah. Arsen tau bahwa Nala suka jika bibirnya digigit di sela-sela ciuman mereka dan kini dia kembali melakukannya.

Cut!”

Suara Bang Ian selaku sutradara menggema, menandakan bahwa Arsen dan Nala sudah bisa untuk keluar dari peran tokoh mereka. Saat itu pula Arsen dan Nala melepas tautan bibir mereka. Sejenak, keduanya saling beradu pandang sebelum Nala akhirnya mendorong pelan tubuh Arsen.

Good job! That was great!” puji si sutradara series itu yang dengan sigap menghampiri kedua aktor.

Arsen dan Nala tersenyum tipis. Sesekali keduanya mencuri-curi pandang ke arah satu sama lain sebelum kembali buang muka.

“Chemistry kalian beneran nggak main-main loh,” lanjut Bang Ian.

“Makasih ya, Bang.” ucap Arsen, sedang Nala merespon dengan senyum manis di bibir tipisnya.

“Ya udah, kalian boleh break lagi. Gue mau ambil scene Papa sama Mamanya Binar dulu,” pamit sang sutradara sebelum meninggalkan Arsen dan Nala berdua di sana.

“Rasanya masih sama ya,” bisik Arsen di samping telinga Nala.

Nala menoleh lalu menyeringai tipis, “Improve your kissing skill.”

“Kalau cara lo nyium bibir semua lawan main lo kayak gini, mereka gak bakalan mau sih akting sama lo lagi.” Nala berlagak angkuh.

Meski begitu, Arsen justru tetap tenang dan membalas seringai Nala. Dia lalu mendekatkan bibir penuhnya di samping telinga si lawan main sebelum berbisik.

Help me to improve my kissing skill then. Kayaknya lo guru yang tepat buat ngajarin gue kissing.”

“Apa kita cari tempat yang sepi aja ya sekarang? Mumpung lagi break,” timpal Arsen, sedang Nala hanya mendengus pelan sebelum berjalan—meninggalkan Arsen—ke arah Gandi yang memandangi mereka dengan raut meledek.

“Apa lo liat-liat?” tegur Nala lalu duduk di kursi lipat di sisi Gandi.

“Yang tadi kayak bukan akting.”

Shut up,” decak Nala.

Gandi menghela napasnya pelan. Hanya dalam hitungan detik saja, ekspresinya yang semula sangat jenaka kini tiba-tiba jadi serius.

“Jujur sama gue deh, Nal.”

“Soal apa?” tanya Nala yang baru selesai menenggak air mineral.

“Lo masih sayang sama dia kan?”

“Gue gak pengen bahas ini lagi,” sahut Nala sebelum berdiri dari kursinya. “Gue ke toilet dulu ya.”

Gandi pasrah, “Oke.”