Before The Dawn
Sepulang dari apartemen Lily, Naka berusaha memantapkan hati bahwa setelah ini dia akan menemui Saka. Dan di sinilah Naka sekarang. Naka berdiri di depan pintu rumah sahabatnya itu dalam kondisi yang sudah jauh dari kata baik-baik saja. Sorot mata Naka sudah sangat kosong. Pun raut wajahnya yang telah menyiratkan keputusasaan.
Sejenak Naka memandangi jam di layar gawai yang ia genggam. Sudah hampir jam empat pagi, yang mana artinya tidak akan lama lagi mentari akan terbit dan menyinari bumi. Naka bisa saja menunggu Saka untuk bangun terlebih dahulu dan menemui sang sahabat pagi nanti, tapi dia benar-benar sudah nyaris hilang akal karena frustasi. Alhasil, kini Naka pun membuka kunci pintu rumah Saka lalu berjalan masuk hingga dia sampai di depan pintu kamar Saka. Diputarnya kenop pintu yang tidak terkunci itu hingga ia berhasil membukanya.
Saka nampak tertidur amat lelap, membuat Naka tidak tega untuk membangunkannya. Naka pun memilih untuk ikut berbaring di sebelah sahabatnya itu sebelum mendekap erat pinggang Saka dari samping. Meski Naka tidak bersuara, namun Saka justru terjaga saat merasakan pelukan itu. Bahkan tanpa dia membuka matanya lebih dahulu pun, Saka sudah tau bahwa sosok yang kini memeluknya erat adalah Naka.
Naka yang semula berbaring terlentang kemudian bergerak pelan guna mengubah posisinya menjadi menyamping seperti Naka. Alhasil, kini Saka dapat melihat dengan jelas wajah sahabatnya itu. Tatapan mereka pun beradu dalam diam sejenak.
“Lo baru balik dari studio?”
Naka menggeleng pelan sebagai jawaban. Sementara itu, Saka seketika mampu membaca raut wajah Naka yang amat murung.
“Lo pengen ngomong sesuatu?”
Naka menarik napas dalam-dalam sejenak lalu bersuara.
“Gue gak jadi nikah sama Lily.”
Saka melotot, “Kenapa?”
“Gue abis ngeliat dia making out sama si Malik di apartemennya.”
Saka menatap sahabatnya itu iba. Ditariknya tubuh Naka ke dalam dekapannya. Saka lalu menepuk-nepuk pelan punggung Naka dengan niat menenangkannya.
“Gue tau lo pasti lagi sedih dan kecewa banget, tapi ambil hal positifnya juga dari kejadian ini ya?” kata Saka. “Kalau aja lo gak tau ini sekarang, pasti lo bakalan lebih sakit lagi andai suatu saat lo tau semuanya pas lo sama dia udah nikah. Anggap ini cara yang di atas buat nyelamatin lo dari pernikahan yang mungkin bakal gagal kalau lo gak tau dari awal.”
Naka hanya terdiam, tapi selang beberapa menit kemudian, dia menarik dirinya dari dekapan Saka dan beralih menatap lamat wajah sahabatnya itu cukup lama sebelum kembali angkat bicara.
“Gue sebenernya udah tau kalau lo mungkin suka sama cowok...” tutur Naka yang membuat Saka terkejut. “Jujur, gue gak sengaja ngeliat lo ciuman sama Kak Yoga di UKS pas kita masih SMA dulu.”
“Tapi gue selalu denial,” timpal Naka. “Gue mikirnya mungkin lo cuma lagi iseng atau penasaran. Apalagi di umur yang segitu, kita emang pengen tau banyak hal.”
“Tapi ngelihat kejadian itu… Gue malah jadi ngerasa aneh tiap ada di dekat lo.” Naka menghindari tatapan Saka, “Gue gak suka tiap kali ngeliat lo deket-deket sama cowok. Gue ngerasa gak pengen lo deket sama cowok selain gue.”
“Gue selalu mempertanyakan apa yang gue rasain,” kata Naka. “Gue juga selalu sugesti diri gue kalau gue mungkin posesif dan protektif karena lo sahabat gue sejak kecil. Jadi gue gak pengen lo salah pergaulan di sekolah.”
“Tapi tetep aja, gue justru makin mempertanyakan apa yang gue rasain ke lo. Gue bener-bener clueless,” Suara Naka terdengar sangat putus asa. “Sejak saat itu gue mulai macarin setiap cewek yang menurut gue menarik, biar gue terdistraksi dari perasaan dan pikiran aneh gue soal elo.”
“Gue juga berusaha nyari cewek buat lo pacarin, supaya gue bisa yakinin diri gue kalau lo enggak suka sama cowok dan apa yang gue liat di UKS itu pure salah paham. Gue sendiri gak pernah nanya langsung ke lo karena gue takut denger jawaban lo, Saka.”
Naka memberanikan diri untuk kembali menatap netra Saka, “Apa yang gue alamin hari ini kayaknya karma buat gue deh, Sa. Selama ini gue macarin Lily karena gue nganggap Lily orang yang bisa bikin gue tenang dan bikin gue yakin kalau perasaan aneh gue ke lo udah hilang. Gue bener-bener pengen terbebas dari perasaan aneh yang lambat laun mulai gue pahami artinya apa, tapi gue justru takut banget mengakuinya. Sampai-sampai gue secara gak langsung jadiin Lily pelarian buat ngelupain lo.”
“Gue takut kalau lo sebenernya gak suka cowok. Gue takut kalau cara lo mandang gue pas udah tau perasaan gue bakal berubah. Dan gue takut hubungan orang tua kita juga bakal jadi renggang karena gue malah nganggap lo lebih dari sahabat, padahal kita sama-sama cowok.” jelas Naka diikuti senyum miring. “Orang tua kita itu generasi yang masih gak bisa nerima orang-orang kek kita berdua. Mereka pasti sedih.”
Naka mengulum bibirnya yang bergetar karena menahan tangis sesaat sebelum berkata, “Maafin gue ya, Sa. Kalau aja waktu itu gue gak ngeliat lo ciuman sama Kak Yoga, mungkin gue gak bakal ngeh sama perasaan gue ke lo...”
“Maaf juga karena gue selalu maksa lo buat jalan sama cewek karena gue takut perasaan gue itu bakal ke-trigger lagi kalau aja gue ngeliat lo lagi bareng sama cowok.” katanya, “Tapi gue harap lo nggak nganggap gue egois ya, Sa? Gue ngelakuin ini juga biar hubungan pertemanan kita sama orang tua kita tetep baik-baik aja. Gue gak mau kehilangan lo.”
Naka menghela napas panjang. Dia sudah merasa sedikit lebih lega sekarang, meski Saka tidak juga memberikan respon berarti. Setidaknya, Naka telah melepas apa yang selama ini dia simpan seorang diri dan membebaninya.
“Gue cuma mau bilang ini,” Naka tersenyum tipis. “Sekarang gue udah lega. Makasih udah mau dengerin gue. Oh iya, satu lagi. Gue gak kecewa kok sama lo.”
“Lo juga gak usah khawatir, gue gak bakalan minta lo buat jadi pacar gue.” kekeh Naka, namun sangat hambar. “Justru bagus kalau gue bukan tipe lo. Kalau gue abis patah hati, gue bakal move on kok. Dan gue harap lo juga masih mau menerima gue sebagai sahabat lo abis ini, Sa.”
Naka kemudian melepaskan dekapan Saka lalu bangkit dari posisinya hingga kini ia berakhir duduk di samping sang sahabat yang masih berbaring. “Gue mau pulang ke rumah gue sekarang. Lo lanjutin tidur lo gih. Anggap aja sekarang lo lagi mimpi aneh.”
Naka tersenyum tipis sebelum bersiap untuk turun dari ranjang Saka. Namun, baru saja ia hendak beranjak, Saka sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya lalu menariknya hingga kini dia kembali berbaring di sisi Saka.
“Lo tidur di sini aja. Bentar lagi subuh lagian,” kata Saka sambil menyelimuti tubuh Naka hingga mereka berada dalam selimut yang sama. “Udah, tutup mata lo. Kalau lo liatin gue mulu, entar lo malah makin naksir sama gue.”
“Baru kali ini gue nyesel abis confess sama seseorang,” kata Naka diikuti delikan tajam lalu mengubah posisinya menjadi berbaring menyamping hingga membelakangi Saka. Sementara itu, sang sahabat hanya terkekeh.
Saat Naka mulai memejamkan matanya yang mulai lelah dan mendambakan tidur lelap, dia justru bisa merasakan bagaimana lengan Saka tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang sana.
“Jangan diemin gue lagi,” bisik Saka yang membuat segaris senyum tipis lantas menghiasi bibir Naka sebelum dia terlelap.