Audisi

“Diliat-liat, penampilan lo keknya lebih artis dari gue ya.” komentar Arsen yang baru saja melangkah ke dalam gedung dimana proses audisi casting akan berlangsung. Sementara itu, si manager yang berada di sisinya geleng-geleng.

Bukan tanpa alasan sang aktor berkomentar demikian. Sebab, Endra memakai jaket branded, celana pendek, juga kaca mata hitam. Lalu Arsen sendiri hanya mengenakan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam.

“Terus lo pengen gue ganti baju sekarang? Gitu?” balas Endra.

Arsen hanya merespon dengan senyum tipis yang nyaris seperti seringai sebelum mereka masuk ke dalam sebuah studio. Arsen pun seketika bisa melihat begitu banyak peserta audisi yang telah datang dan mempersiapkan diri.

Ada sedikit rasa tidak percaya di benak Arsen ketika mendapati bahwa ruang audisi nyaris sesak karena peserta. Awalnya, Arsen berpikir kalau saingannya tidak akan sebanyak ini mengingat series dengan genre boys love belum pernah dirilis sebelumnya. Terlebih lagi, hubungan romansa antara pria dengan pria masih cukup tabu di negara tercinta meski sudah cukup banyak yang mengakui dan menerimanya.

Peserta yang datang ke studio itu pun didominasi oleh anak muda. Arsen memperkirakan kalau rata-rata umur mereka mungkin sekitaran sembilan belas hingga dua puluh tiga tahunan. Diam-diam Arsen merasa jadi peserta paling tua mengingat umurnya yang dua tahun lagi akan memasuki kepala tiga. Sekarang Arsen tak percaya diri dan merasa ingin segera lari.

Sampai saat pandangan Arsen terhenti pada seorang pria yang duduk di salah satu kursi paling depan, ketakutannya itu tiba-tiba lenyap. Pria itu adalah Nala Reswara, sosok yang selama ini hanya bisa Arsen lihat dari jauh meski mereka ada di industri yang sama selama tujuh tahun. Selama itu pula mereka sudah tak pernah lagi bertegur sapa.

“Kok lo malah ngelamun sih?” tegur Endra yang menyadari kalau sang artis termenung di tempat. “Ayo, duduk di sana.”

Arsen mengangguk kecil lalu mengikuti Endra. Managernya itu menuntunnya untuk segera duduk di salah satu kursi yang tak jauh di belakang kursi Nala.

Tidak lama berselang, beberapa kru Production House pun kini mulai mengarahkan peserta yang masih di luar studio agar segera masuk. Pasalnya, proses audisi akan dimulai dalam lima menit.

Arsen yang telah ditinggal Endra untuk berdiri di sudut lain studio pun hanya terdiam di tempatnya. Dia sama sekali tak peduli untuk sekedar berbincang dengan para peserta yang ada di sisi kiri dan kanannya, sebab pandangannya hanya tertuju ke presensi Nala.

Bahkan, saking sibuknya Arsen memandangi lelaki yang juga seumuran dengannya itu, dia nyaris tidak sadar kalau sang sutradara sekaligus juri di depan sana memanggil nomor urutnya. Beruntung salah satu peserta di sampingnya menepuk bahunya.

Arsen kemudian berdeham pelan lalu bangkit dari posisinya. Arsen berjalan ke arah panggung yang ada di sana, naik, lalu berdiri di hadapan ratusan peserta audisi.

Namun, lagi dan lagi pandangan Arsen hanya tertuju ke seseorang yang tak lain adalah Nala. Arsen bisa melihat raut kaget di wajah Nala. Jelas kalau Nala pun tidak menyangka bahwa Arsen akan datang dan mengikuti audisi itu.

“Halo, Sen. Apa kabar?” tanya si sutradara yang tadi memanggil Arsen. “I’m glad to see you here.”

I’m good,” balas Arsen yang kini telah memusatkan atensinya ke arah sang sutradara. Sebenarnya Arsen tidak ingat kalau dia kenal dengan pria bertubuh tambun itu, tapi Arsen segera sadar kalau relasi para sutradara bahkan PD hanya berputar di situ-situ saja. Wajar jika mereka mengenalnya.

“Sen, saya pilihin pasangan dulu ya buat jadi lawan acting kamu.”

Arsen mengangguk mendengar penuturan si sutradara. Dia pun kembali melirik Nala yang juga masih menatapnya lekat-lekat.

“Oh? Ternyata ada Nala juga ya?” sutradara itu kembali bersuara. “Nal, boleh maju ke depan gak?”

Nala yang ditanyai mengangguk, sedang Arsen yang melihat sang aktor berjalan ke arahnya diam-diam menyeringai tipis. Sampai saat Nala telah berdiri di sisinya, Arsen lantas menoleh ke Nala. Keduanya berbagi tatap tanpa ekspresi sesaat sebelum kembali memandangi sang sutradara.

“Oke, udah ada dua aktor senior nih di sini.” kekeh sang sutradara.

“Saya langsung aja ya. Karena di series nanti plot utamanya soal pasangan yang backstreet-an di kantor, saya pengen lihat acting kalian nih kalau lagi ada di situasi kalian berantem gara-gara yang satu pengen go public, satunya lagi pengen tetep backstreet…”

“Terserah kalau kalian pengen ngembangin plotnya,” katanya.

Arsen dan Nala lantas kompak mengangguk. Sutradara senyum.

“Sip, kita coba ya. Ready! Action!”

Nala menarik napasnya dalam-dalam sebelum menghadap ke arah Arsen. Kini mereka telah berdiri dengan posisi saling berhadapan dan beradu tatap.

“Aku gak bisa nyembunyiin status kita kayak gini terus-terusan,” Arsen lebih dahulu berdialog. “Aku pengen semua orang tau kalau kamu itu milik aku. Aku gak suka ngeliat orang lain deketin kamu sementara aku cuma bisa diam seolah-olah aku gak peduli. Aku tersiksa tau gak?”

Nala mengumpulkan emosinya sejenak sebelum ikut berdialog.

“Kamu tau alasan aku gak mau orang lain tau hubungan kita. Harus berapa kali aku jelasin?” katanya. “Ayah kamu atasan di sini. Kamu anak seorang bos.”

“Sedangkan aku?” mata Nala berkaca-kaca, “Aku cuma staff yang datang dari keluarga biasa.”

“Aku gak mau orang-orang akan menilai kalau aku bisa dapetin posisi yang tinggi karena pacar aku anak atasan. Aku juga gak mau dengerin omongan orang-orang kalau aku cuma penjilat yang macarin kamu karena kamu kaya raya,” air matanya menetes.

“Kamu pikir cuma kamu yang tersiksa?” Nala tersenyum miring di sela tangisnya, “Aku juga sama tersiksanya. Apalagi dengan sifat kamu yang gak mau ngerti posisi aku karena keposesifan kamu.”

Sama seperti Nala, kini Arsen pun ikut meneteskan air mata. Emosi keduanya terpancar dari netra masing-masing, membuat seluruh audiens di sana terdiam.

“Kalau emang hubungan kita ini gak bisa bikin kamu bahagia lagi, lebih baik kita akhiri sampai sini.” timpalnya, “Aku siap buat putus.”

Cut!”

Sutradara berseru, menandakan bahwa Nala dan Arsen sudah bisa keluar dari situasi acting mereka. Saat itu pula riuh tepuk tangan menggema, memenuhi studio.

Arsen dan Nala sendiri buru-buru menyeka air mata di pipi mereka. Setelahnya, kedua aktor tampan itu lantas dipersilahkan untuk turun dari panggung. Nala kemudian mengambil langkah lebih dulu, dia tidak ingin terlalu lama berada di sekitar Arsenio.

Sayangnya, saat Nala baru saja menginjak dua anak tangga, kaki kirinya justru terpeleset. Namun, tanpa Nala duga, Arsen yang ada di belakangnya dengan sigap menahan tubuhnya. Alhasil, kini mereka berdua kembali saling bertatapan dengan posisi satu lengan Arsen melingkar erat di pinggang Nala. Sementara itu, Nala yang tadinya terkejut pun refleks memeluk tengkuk Arsen.

Sekali lagi audiens dibuat riuh karena keduanya. Tak terkecuali Gandi yang juga melihat kedua sahabatnya itu dari kejauhan, sementara Bagas yang tadi turut menemani Nala hanya terdiam.