Athaya keluar dari mobilnya setelah memarkirkan kendaraan roda empat itu di basemen. Namun ketika dia hendak berjalan menuju lobi, Athaya lantas menahan napas saat melihat Rayyan juga baru saja turun dari mobilnya.

Alhasil, Athaya pun buru-buru melanjutkan langkah. Gak menoleh sedikit pun ke arah Rayyan yang berdiri hanya beberapa meter darinya tadi.

Namun Athaya tetap juga gak bisa bernapas dengan tenang. Pasalnya, Rayyan lebih sigap mengikuti langkah kakinya menuju lobi.

“Boong juga butuh briefing tau.”

Athaya mengeraskan rahang mendengar penuturan Rayyan. Dia paham, rekan kerjanya itu menyindirnya.

“Kenapa sih pake bawa-bawa Mami lu segala?” tanyanya.

“Gue ketemu sama Mami lu di restoran kemarin,” kata Rayyan.

Athaya diam. Masih dengan langkah kakinya menuju lobi.

“Gue masih punya hati nurani karena gak ngasih tau Janu sama Mba Dina,” Rayyan seolah membalas ucapan Athaya setelah memukul bahunya di toilet tempo hari.

Athaya mendengus kasar saat dia sampai di depan lift yang pintunya baru saja tertutup. Begitu juga dengan lift di sebelah kiri dan di belakang nya. Dimana artinya dia harus menunggu di sebelah Rayyan.

“Aya.”

Meski Rayyan memanggil namanya, Athaya tetap gak menggubris. Dia menatap kosong ke arah pintu lift. Membuat lelaki berlesung pipi di sampingnya lantas menghela napas lalu berkata.

“Kalo lu emang gak suka sama gue, it’s okay. Itu hak lu kok.”

“Tapi bisa gak sih, lu gak terang-terangan kek gini?”

“Lu harus belajar punya dua muka pas masuk dunia kerja.”

Rayyan menoleh ke arah lain sejenak. Memastikan bahwa gak ada orang lain di sekitar mereka berdua saat ini.

“Kemarin Mba Dina udah mulai nanya-nanya ke gue,” sambungnya, “Dia heran kenapa beberapa hari terakhir lu kesannya gak mau ikut gabung sama kita-kita.”

“Dan dia sempet notice kalo lu gak ikut tiap kali ada gue. Tapi dia mikir lagi, mungkin cuma kebetulan aja.” jelasnya.

Athaya menelan ludah.

“Gue juga heran. Kenapa sih akhir-akhir ini lu bahkan gak mau makan bareng gue, Ya?”

Karena gue malu sama lu, Rayyan. Athaya membatin.

“Makan bareng gue bikin lu sakit perut ya?” timpalnya.

Rayyan berdecak. Sebab Athaya masih juga diam.

“Pikirin baik-baik deh,” ucap Rayyan pasrah, “Mungkin menurut lu sepele, tapi ini juga ngaruh sama penilaian lu. Gue gak ngancem loh ya.”

Pintu lift di depan keduanya pun terbuka. Rayyan lantas masuk ke dalamnya dengan sigap. Sementara Athaya masih berdiri di tempatnya.

Beberapa detik berlalu, pintu lift pun otomatis hendak tertutup. Alhasil, Rayyan lantas menekan tombol buka sebelum bersuara.

“Mau masuk gak?”

Athaya gak menjawab. Hingga gak lama berselang, pintu lift yang berada di belakangnya pun terbuka. Alhasil, dia lantas berbalik sebelum masuk ke dalam lift yang berbeda dengan Rayyan.

Rayyan yang melihat tingkah Athaya itu pun cuma bisa geleng-geleng kepala.