All Night Long

“Hahahaha!”

Biru mendengus melihat Jeva yang berbaring di sampingnya terbahak-bahak. Pasalnya, Biru baru saja bercerita kepada Jeva bahwa dia salah mengunggah foto di Twitter. Lebih tepatnya lupa mengganti ke akun private.

Tidak hanya itu, kini Biru juga harus menahan malu di depan Jeva. Karena di saat yang sama, dia pun ketahuan mengambil foto tangan mereka diam-diam saat Jeva menggenggamnya tadi. Bahkan, Biru mengunggah foto itu saat Jeva ke kamar mandinya untuk cuci muka dan gosok gigi.

“Udah puas ketawanya?” cebik Biru sambil menatap Jeva malas.

“Abisnya kamu lucu banget, Bi.”

Biru yang juga sedang berbaring terlentang di samping Jeva pun berdeham, menahan senyumnya. Pasalnya, kini Jeva menggunakan ‘aku-kamu’ secara langsung. Biru lalu kembali merasakan berjuta kupu-kupu memenuhi perutnya.

Rasanya asing, tapi penuh adiksi.

“Kenapa coba fotoinnya musti diem-diem?” timpal Jeva. “Terus kenapa tweet-nya dihapus sih?”

“Kan aku belum liaaat,” katanya.

Biru menghela napas. “Kan tadi kamu lagi telponan sama Mama kamu, masa aku menginterupsi cuma buat minta foto doang?”

Jeva ikut menahan senyumnya ketika mendengar pacarnya itu kembali menggunakan sapaan ‘aku-kamu’ sama sepertinya tadi. Jeva lantas salah tingkah, hingga dia buru-buru menatap ke arah langit-langit kamar kos-an Biru.

“Terus aku nge-hapus tweet aku tadi, ya karena aku takut orang lain pada salah paham gara-gara fotonya di atas ranjang.” jelasnya.

“Liat aja tadi Salsa udah nge-tag kita segala.” Biru berdecak pelan, “Pasti dia udah mikir aneh-aneh, terus besoknya ngeledekin kita.”

Jeva kemudian mengubah posisi berbaringnya jadi menyamping; menghadap ke Biru. Satu tangan Jeva lalu menopang kepalanya, membuat dia bisa memandangi wajah cantik Biru dengan leluasa.

“Orang lain gak bakalan mikirin yang aneh-aneh kok kalau besok mereka ngeliat kamu bisa jalan normal kayak biasanya, Bi.” goda Jeva diikuti kekehan merdunya.

Mata Biru refleks memicing. Dia kemudian ikut mengubah posisi tubuhnya seperti Jeva; berbaring menyamping sambil menopang kepala dengan satu tangan. Kini keduanya pun saling bertatapan dalam jarak yang cukup minim.

“Maksud kamu apa? Hah?”

Lagi, Jeva terkekeh. Sementara itu, Biru melanjutkan ucapannya.

“Kalau aku gak bisa jalan kayak biasanya, orang-orang bakalan mikir kalau aku abis dimasukin sama kamu? Gitu?” oceh Biru.

Jeva sontak kaget. Dia pun hanya tertawa renyah sebagai respon. Sebab, dia sangat senang ketika Biru mulai nyaman berceloteh. Alhasil, Jeva yang biasanya paling banyak bicara kini justru memilih ‘tuk lebih aktif mendengar Biru.

“Jangan pikir aku gak tau soal ginian ya, Jev.” decih Biru. “Aku udah tau loh soal posisi dalam hubungan cowok sama cowok.”

“Posisi gimana? Hm?” tanya Jeva lalu mencubit sekilas pipi Biru.

“Ya posisi atas sama bawah, yang dimasukin sama yang masukin.” Biru menahan senyum. “Enggak usah mancing. Kamu lebih tau.”

Jeva mengulum bibirnya. Pipinya pun mendadak bersemu karena ucapan Biru. Pun Biru yang juga ikut tersipu, sebab Jeva hanya diam sambil terus menatapnya.

“Kenapa kamu diem aja sih dari tadi? Biasanya juga nge-bawel.”

“Aku suka dengerin kamu banyak bicara gini, Bi.” jawab Jeva. “Aku juga mau dengerin kamu, jadi gak cuma aku yang didengerin mulu.”

Biru pun tersenyum lembut. Tapi saat kembali teringat dengan hal yang mungkin terjadi esok hari akibat kecerobohannya tadi, Biru lantas menghela napas panjang.

“Kok nge-hela napas kayak gitu?” Jeva terkekeh. “Mikirin apa, hm?”

“Mikirin gimana malunya aku besok kalau temen-temen kita pada ngeledekin soal foto tadi.”

Jeva pun meraih satu tangan Biru yang terbebas sambil tersenyum.

“Kan aku udah bilang tadi, orang lain gak bakal mikirin yang aneh-aneh kalau ngeliat kamu jalannya normal kayak biasa.” ulang Jeva.

“Kok aku?” kedua alis Biru saling bertaut, raut wajahnya nampak tidak terima. “Aku mau di atas ya, yang masukin, bukan dimasukin.”

Jeva refleks tergelak. Tawanya benar-benar menggelegar. Biru yang melihat hal itu mau tak mau dibuat ikut tertawa renyah lalu memukul pelan bahu pacarnya.

“Jangan kenceng-kenceng dong ketawanya. Udah malem,” Biru mengingatkan. “Kamu pengen diusir sama anak kos-an lain?”

“Bi,” suara Jeva bergetar karena sisa-sisa tawanya. “Kamu yakin mau masukin aku?” tanya Jeva.

Having sex sama cewek beda loh sama cowok,” ledek Jeva.

“Ya emang kenapa? Aku aja gak pernah having sex sama cewek, jadi aku mana tau bedanya?” Biru memicing. “Kamu pernah? Hah?”

“Gak pernaaah,” sahut Jeva. “Tapi kan aku denger dari pengalaman orang lain. Bacain literatur juga.”

Biru lantas tersenyum meledek.

“Pokoknya aku yang masukin. Aku yang jadi dominan kamu.”

Jeva tersenyum. Satu tangannya kembali mencubit pipi kiri Biru.

“Bi, posisi atas, bawah, dom, sub, masukin atau dimasukin itu hal yang bisa dikomunikasikan kok. Gak ada aturan siapa yang musti di atas atau di bawah,” jelasnya.

“Kita bukan pasangan hetero, yang hakikatnya ya emang si cewek yang dimasukin,” timpal Jeva. “Aku gak masalah kok kalau nanti kamu mau gantian posisi.”

“Gak mau. Pokoknya aku di atas,” kata Biru lalu menahan seyum.

Jeva menghela napasnya pelan. Senyum tak hilang di bibirnya.

“Kamu ngomong soal ginian dari tadi kayak udah siap banget ya?”

Biru terdiam sejenak lalu melirik ke arah lain. Dia salah tingkah.

“Pokoknya aku yang di atas,” cicit Biru lalu curi-curi pandang pada Jeva yang masih memandangnya.

“Emang kamu tau, gimana cara ada di atas cowok?” canda Jeva.

Biru yang mendengarnya lantas membuka sedikit mulutnya dengan tampang tidak percaya.

“Kamu underestimate aku?”

Jeva dibuat melotot saat Biru tiba-tiba bangkit dari posisinya. Pacarnya itu lalu mendorongnya, hingga Jeva terlentang, sebelum mengungkung tubuhnya. Biru bahkan mencengkeram kedua pergelangan tangan Jeva di sisi kepala pacarnya itu. Membuat Jeva lantas tidak bisa berkutik.

“Aku udah di atas kan?” kata Biru lalu menunduk hingga berakhir mengecup singkat pipi kiri Jeva.

Jeva tersenyum lembut sambil memejamkan mata. Tubuhnya pun sedikit bergetar karena dia menahan kekehannya. Terlebih, saat Biru kembali mendaratkan kecupan lain di pipi kanannya.

“Gimana?” tanya Biru diikuti senyum, “Gini kan caranya?”

Jeva menggeleng. Setelahnya, dia lantas mendorong pelan tubuh Biru dengan kakinya hingga dia berakhir membalikkan keadaan. Kini Jeva yang ada di atas Biru. Jeva mengungkung Biru seperti yang Biru lakukan padanya tadi.

“Biar aku tunjukin caranya.”

Dalam jarak wajah mereka yang hanya terlampau beberapa centi, Jeva bisa melihat rona merah di pipi pacarnya. Dengan sigap Jeva kemudian mengecup kedua pipi Biru bergantian lalu berlanjut ke dagu, mulut, hidung, hingga ke kedua kelopak mata pacarnya.

Sontak Biru terkekeh geli karena aksi Jeva, sedang lelaki yang kini memandanginya lekat-lekat itu tersenyum lembut di atasnya. Jeva tak henti-henti mengagumi betapa indah paras Biru, terlebih saat pujaan hatinya itu tertawa.

It’s getting late, Bi.” bisik Jeva sebelum mengecup kening Biru dan menahannya beberapa saat. Membuat Biru ikut memejamkan kedua mata, sama seperti Jeva.

Setelahnya, Jeva lantas kembali mempertemukan netra mereka. Satu tangannya beralih membelai pipi kanan Biru dengan lembut.

“Kita tidur sekarang ya,” katanya.

Biru mengangguk, “Mm.”

Good night, Sayang.”

Good night, my semicolon.”

Senyum malu-malu Jeva tidak mampu bersembunyi. Pun Biru yang juga ikut tersipu karena ucapan mereka sendiri. Alhasil, saat Jeva akhirnya kembali ke posisi berbaring menyamping dan menghadap ke arahnya, Biru dengan sigap mendekap Jeva. Wajah Biru bahkan tenggelam di dada bidang Jeva yang terkekeh gemas akan tingkahnya barusan.

“Padahal ranjang kamu kecil banget buat dua orang,” Jeva mulai berceloteh. “Tapi masih muat loh buat kita berdua, Bi.”

“Badan kamu kenapa jadi pocket size gini sih kalau lagi sama aku? Pas banget buat aku peluk kayak guling.” kata Jeva yang berhasil membuat Biru mendongak dan mempertemukan netra mereka.

“Bukannya bagus ya?” balas Biru, “Kan kamu jadi bisa meluk aku kayak gini di mana pun, entah itu lagi di tempat sempit atau luas.”

Jeva tersenyum. “Kamu secara gak langsung abis ngasih tau aku supaya meluk kamu mulu, Bi.”

Whatever.” bisik Biru sebelum menutup matanya. Namun, Jeva bisa melihat jelas kalau pacarnya itu hanya sedang salah tingkah.

Jeva menahan kekehan. Dia lalu menggesekkan ujung hidungnya dengan hidung Biru sekali. Biru pun kembali membuka mata lalu melakukan hal serupa pada Jeva sembari tersenyum manis. Jeva kemudian kembali mengesekkan ujung hidung mereka setelahnya; tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Membuat Biru tertawa kecil.

“Kita kapan tidurnya sih kalau gini?” tanya Biru. “Udah, besok ujian. Awas aja kamu kesiangan.”

“Gak bakal kesiangan.” kata Jeva, “Kan ada kamu yang bangunin.”

Biru hanya mendengus sebelum kembali menutup mata, bersiap untuk segera berlabuh ke alam mimpinya. Sementara itu, Jeva justru masih memandangi wajah Biru dengan sorot mata memuja.

Rasanya masih seperti mimpi bagi Jeva bahwa saat ini dirinya bisa memeluk Biru sepanjang malam. Dan Jeva harap, Biru bisa merasa aman dalam dekapannya.

Sleep tight, Bi.” Jeva mengecup kening Biru—lagi. “I love you.”